Friday, April 29, 2011

Video Terakhir Adikku Tercinta, Almarhum Iwan Ketan

Akhirnya aku memiliki juga tayangan hidup alias video terakhir adikku tercinta, Iwan Ketan, yang mengalami kecelakaan sepeda motor pada Senin, 4 April 2011 lalu yang mengakibatkan dirinya wafat keesokkan harinya. Senang sekali rasanya bisa melihat gambar hidup dirinya meskipun hanya berdurasi sangat singkat. Maklum, aku tidak bertemu muka dengan almarhum sejak akhir Januari 2011. Bila pun bertemu, saat ia sedang terbaring tak berdaya di ruang gawat darurat sebuah rumah sakit di Jakarta Utara dan saat aku memandikan jenazahnya.

Tanpa kusadari sebenarnya keponakanku, Abdurrahman, telah men-tag video tersebut beberapa hari lalu ke akun facebook ku. Hanya saja, karena kegiatanku sangat padat mengakibatkan aku tak sadar bila telah di-tag pada video tersebut. Aku menemukan video tersebut justru tanpa sengaja saat aku membuka akun facebook istriku. Kutemukan sebuah link video di sana....

Menurut info dari kakakku, video ini diambil di tempat tinggal kami di Sunter kurang lebih satu jam sebelum Almarhum berpamitan menuju stasiun Pasar Senin untuk bertemu anak dan istrinya di Pekalongan. Ajal memang tak dapat dielakkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al Munafiqun:11:

"Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya….

Niatnya kembali ke kampung halaman sang Istri dan anak memang akhirnya terwujud namun dengan kondisi jasadnya yang telah terbaring kaku. Ia pun terbaring untuk selama-lamanya di sana. Selamat jalan adikku....semoga engkau mendapatkan kedamaian di sana.....

Video terakhir Iwan Ketan

Slipi, Jumat, 29 April 2011

Monday, April 25, 2011

Petualangan Iwan Sunter, Berjalan untuk Bumi!


Adikku, Iwan Sunter, melakukan petualangan lagi! Ia memang berkomitmen untuk melakukan minimal sebuah petualangan tiap tahunnya. Setelah tahun lalu ia melakukan perjalanan bersepeda seorang diri di Sulawesi (dimulai dari Manado hingga Jakarta, via Gorontalo, Palu, Poso, Luwuk, Poso, Kendari, Poso, Makassar, Denpasar, Surabaya, dst), tahun ini ia melakukan petualangan yang ia beri tajuk "Berjalan untuk Bumi: Jakarta-Puncak Semeru-Jakarta".

Ya, tahun ini petualangannya berbeda dengan tahun-tahun lalu. Setelah batal melakukan petualangan ber-roller blade Jakarta-Surabaya, ia memutuskan untuk memilih melakukan petualangan berupa Jalan Kaki seorang diri dengan jarak tempuh Jakarta-Puncak Semeru di Malang-Jakarta. Perjalanan ini ia lakukan selain untuk menyambut Hari Bumi juga didedikasikan untuk sang adik yang wafat pada tanggal 5 April 2011 lalu akibat kecelakan sepeda motor di Jakarta: Agus Setiawan alias Iwan Ketan.

Petualangan Jalan Kaki seorang diri ini dimulai pada pukul 07.18 hari Minggu, 24 April 2011 dari kediamannya di daerah Sunter Agung Jakarta Utara. Untuk melakukan petualangannya, Iwan telah melakukan persiapan fisik selama beberapa hari. Selain itu, bulan lalu ia pernah melakukan pemanasan dengan berjalan kaki dari Sunter Jakarta Utara ke Bintaro Jaya di Tangerang Selatan. Perjalanan ini direncanakan dimulai pada awal April 2011. Namun karena musibah tengah menimpa sang Adik (Iwan Ketan-red), perjalanan ini pun ia tunda.

Perjalanan di hari pertama berlangsung lumayan mulus. Begitu menurut pendapat Iwan Sunter pada saya. Kami senantiasa berkomunikasi via hp baik itu ber-sms-an maupun saling bertelpon. Dikatakan "lumayan" mulus karena saat di daerah Bekasi hujan rintik-rintik turun. Akibatnya bahu jalan yang berupa tanah menjadi liat atau becek. Perjalanan Iwan pun agak terhambat. Maklum, sejak Bekasi ia tidak mengenakan sepatu lagi sebagai alas kaki melainkan menggunakan sandal gunung.

Iwan terlalu bersemangat saat melakukan start pagi tadi. Perjalanan beberapa kilo mengakibatkan kakinya terasa panas. Ia pun segera mengganti sepatu sportnya yang ringan dengan sebuah sandal gunung. Paling tidak, itulah komentar Iwan pada saya melalui sms.
Perjalanan hari pertama diakhiri di kota Cikarang. Malam itu ia menumpang nginap di sebuah pom bensin.

Slipi, Senin, 25 April 2011

Thursday, April 21, 2011

Iwan Ketan Junior

Foto: Iwan Ketan Junior, ASKAR.


Dua minggu tlah berlalu semenjak kematian adik bungsuku, Agus Setiawan alias Iwan Ketan. Meski sulit untuk melupakan semua hal yang terkait dengan dirinya dan sulit menepikan semua kenangan namun lambat laun aku mulai menyadari akan kepergiannya yang "takkan pernah kembali". Tak bisa dipungkiri hingga kini kesulitan melupakan tragedi 4 April 2011 lalu yang akhirnya merenggut jiwa adikku itu masih terasa. Bahkan rasanya takkan mungkin dapat hilang dari memoriku. Kini setiap kali aku melihat pengendara sepeda motor yang mengendarai motornya secara ugal-ugalan hatiku lirih. Aku khawatir mereka akan mengalami kejadian yang sama seperti yang menimpa adikku. Bukan bermaksud membela, aku yakin adikku tidak ugal-ugalan. Kronologis kecelakaan yang menimpanya hingga kini menjadi misteri bagi kami. Aku sendiri hanya berkeyakinan bahwa ia merelakan kepalanya membentur aspal (setelah helm yang dikenakannya terlepas) demi menjaga keselamatan keponakan kami yang berboncengan dengannya. Pada kejadian itu, keponakan kami hanya mengalami luka ringan di bagian kepala.

Dua minggu tlah berlalu semenjak adikku merebahkan raganya untuk selama-lamanya. Ia tak kan pernah bisa kembali hadir tuk bercengkerama bersama kami. Wajahnya, senyum khasnya, tutur katanya, gaya bicaranya.....masih sangat lekat di benakku. Hanya kenangan yang kini kami miliki! Betapa kehilangan orang yang kita cintai, benar-benar menyesakkan dada.

Kesedihanku semakin bertambah manakala melihat anak-anak almarhum yang masih sangat belia usia. Tiap kali memandang anak-anak tersebut, kebendung semampuku isak tangis di dada. Wajah mereka masih begitu polos, terlebih anak bungsunya yang masih berusia 30 hari. Tentu saja mereka tidak menyadari akan kepergian sang ayahanda. Masa depan mereka sangat bergantung pada sang ibunda dan sanak famili lainnya. Dengan dukungan istriku, aku berikhtiar untuk membantu semampu kami untuk ikut andil dalam membesarkan para Iwan Ketan Junior....

Slipi, Kamis, 21 April 2011, 15.11

Tuesday, April 12, 2011

In Memoriam Iwan Ketan: Kan Selalu dalam Kenangan....

Entah mengapa, keinginan untuk mengungkapkan sosok Iwan Ketan terus menggebu dalam diriku. Mungkin inilah caraku untuk sedikit mengobati rasa kehilanganku yang hingga kini masih kurasakan. Kehilangan itu begitu dalam terasa hingga sulit bagiku untuk melupakannya begitu saja. Kondisi ini hampir sama dengan saat aku kehilangan Ayahanda tercinta di tahun 2006 lalu. Bila bicara ikhlas, tentu saja aku telah ikhlas. Toh ia telah tiada dan tak mungkin kembali lagi. Allah telah mengambil kembali yang menjadi milik-Nya. Hanya saja, perasaan ini masih saja sulit untuk menerima kenyataan tersebut. Berarti aku memang belum iklas ya? Semoga Allah memberikan kekuatan pada ku untuk menerima ini semua.....amiin.

Tulisanku kali ini ingin mengajak siapapun yang membaca tulisan ini untuk mengenal lebih dekat sosok Iwan Ketan. Tepat seminggu yang lalu  ia menghadap sang Khalik.

Seperti tulisanku sebelumnya, Iwan Ketan adalah "nama panggung" yang ia pilih. Hingga saat ini aku tidak tahu makna "Ketan" di belakang nama Iwan. Aku memang tidak pernah menanyakan kepadanya tentang nama ini. Bagiku biarlah ia memilih nama yang pantas bagi dirinya untuk "berjualan". Yang kutahu, pada suatu training yang aku hadiri di bulan Januari 2011 seorang instruktur bertanya pada adikku ini, "Ketan itu apa?" Iapun hanya menjawab singkat, "Ketan adalah singkatan" seraya tersenyum dan tanpa menjelaskan kepanjangannya. Begitulah adikku! Ia jarang mau mengungkapkan sesuatu yang menurutnya tidak perlu dijelaskan. Tetapi kalau soal memberikan ilmu, ia tanpa segan akan memberikan seluruh ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada siapa saja.

Nama asli Iwan Ketan adalah Agus Setiawan. Ia lahir pada saat aku lulus SD, yaitu pada tahun 1983. Tepatnya pada tanggal 19 Agustus. Aku masih ingat saat ibuku yang sedang hamil besar akan berangkat untuk persiapan bersalin ke rumah sakit Gatot Soebroto Jakarta Pusat dengan diantar Ayahandaku, aku berkata, "Bu, pokoknya yang lahir harus perempuan ya. Kalo laki-laki aku nggak mau". Kata-kata ini memang tidak pernah hilang dari ingatanku. Aku berkata seperti itu karena kedua adikku adalah laki-laki. Aku menginginkan adikku yang ketiga adalah perempuan. Namun, toh, saat akhirnya adikku ketiga ini lahir laki-laki, aku tidak bisa menolak. Aku tetap senang dan menyambutnya dengan gembira.

Iwan Ketan menjadi anak bungsu di keluarga kami yang jarak usia dengan kakaknya yang terdekat terpaut sekitar 7 tahun! Selisih tersebut cukup jauh mengingat kelima kakaknya rata-rata terpaut hanya 2 atau 3 tahun saja. Selisih yang cukup jauh ini memang menjadi kendala tersendiri di kemudian hari. Saat ia sedang lucu-lucunya dan kemudian beranjak dewasa, kakak-kakaknya telah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

Sebagai anak bungsu, Iwan sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Apapun yang diinginkan oleh Iwan senantiasa mendapat support dari kedua orang tua, khususnya sang Ibu. Hampir tiap bulan, Bapak (Alm.) malah selalu mengajak Iwan ke kantor pos di Tanjung Priok untuk mengambil gaji pensiunannya. Bapak (Alm.) sering berkelakar bahwa ia bagai mengajak seorang cucu daripada mengajak anakknya sendiri saat membawa Iwan ke kantor pos tersebut. Maklum, saat Bapak (Alm.) sudah pensiun, Iwan masih sangat kecil. Bila mengenang masa-masa tersebut, kadang pikiranku menerawang, "akan kah saat ini Bapakku dan Adikku Iwan Ketan berkumpul kembali di alam sana?" Semoga saja Allah memberikan tempat yang mulia kepada mereka berdua. Amiin.

Di masa kecilnya, selain kami yang mengasuh, Saudara Sepupuhku yang tinggal di sebelah rumah dan tidak dikarunia anak ikut pula mengasuh Iwan Ketan. Mereka berdua memperlakukan Iwan bak anak sendiri. Saat mereka bepergian, Iwan kerap diajak serta oleh mereka. Bahkan mereka ikut mengasuh Iwan hingga usianya memasuki masa sekolah di TK dan SD.

Iwan mengenyam pendidikan TK di Taman Kanak-Kanak Santo Lukas III Sunter Agung Jakarta Utara yang juga menjadi sekolah SD-nya. Bagiku, sejak kecil kecerdasannya sudah nampak. Ia sangat senang memperhatikan barang-barang yang terbilang baru bagi dirinya. Bila sudah mengutak-atik sebuah benda, ia akan asyik melakukannya dalam waktu yang cukup lama.

Iwan menempuh pendidikan sekolah menengah pertama dan menengah atas di SMP Negeri 30 dan SMA Negeri 13 yang keduanya berada di Jakarta Utara. Kedua sekolah ini terbilang favorit di wilayah tersebut. Berkat kepandaiannya, setamat SMA ia mampu menembus UMPTN di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Keberhasilannya masuk di fakultas yang memiliki persaingan tertinggi setelah fakulas kedokteran ini semakin menunjukkan kepandaiannya yang berada di atas rata-rata.

Aku sudah tidak ingat bagaimana perilaku Iwan saat ia menempuh pendidikan-pendidikan tersebut. Maklum, saat ia berusia 6 hingga 8 tahun, aku telah jarang di rumah karena aku harus kost di daerah Pondok Aren, Tangerang untuk melanjutkan pendidikan diploma pada sebuah sekolah kedinasan. Aku bisa membantu mengajarinya sebuah mata pelajaran sekolah hanya pada saat aku berada rumah. Hampir tidak ada kenangan yang bisa kuingat di masa-masa ia bersekolah. Apalagi pada saat ia berusia 11 tahun, aku telah menikah dan kemudian tinggal di daerah Pondok Aren, Tangerang. Aku berkunjung ke Sunter rata-rata hanya dua minggu sekali atau bahkan hanya sebulan sekali. Hubungan kami semakin tidak intensif ketika ia memasuki usia 15 tahun atau saat ia telah berada di bangku SMA. Saat itu, tahun 1998, aku pindah tugas ke luar kota Jakarta. Tugas ku di beberapa kota di luar Jakarta ini berlangsung hingga penghujung tahun 2005. Ini berarti selama 7 tahun aku sangat jarang berinteraksi dengan Iwan. Satu hal yang kuingat, saat aku kembali bertugas di Jakarta, ia telah berkeluarga dan memiliki seorang putri nan cantik.

Iwan mengambil keputusan untuk menikah dini saat ia masih berstatus mahasiswa UI. Aku tidak tahu alasan apa yang menjadikannya nekad untuk berumah tangga di saat ia belum memiliki pekerjaan tetap dan belum menyelesaikan kuliahnya yang tinggal beberapa semester lagi. Yang kuingat, ia mengirimkan sms kepadaku untuk meminta doa restu atas keputusannya tersebut saat aku bertugas di Manado. Sebelumnya, kakak-kakaknya menelponku agar aku bisa menasihati Iwan agar ia mau mengurungkan atau menunda niatnya tersebut. Namun saat aku mengirimkan sms kepadanya agar ia berpikir ulang tentang niatnya tersebut, ia hanya menjawab bahwa ia sudah mantab dengan keputusannya dan berjanji untuk tidak mengorbankan kuliahnya. Itulah Iwan, pendiriannya kadang keras.

Janji tinggallah janji. Iwan akhirnya putus kuliah pada semester akhir. Ia tidak dapat menyelesaikan beberapa mata kuliah yang menjadi syarat kelulusan dan tidak dapat menyelesaikan tugas akhir sampai batas waktu yang ditetapkan universitas. Setelah berumah tangga dan setahun kemudian dikarunia seorang anak, tentu saja di sela-sela kuliahnya Iwan harus banting tulang mencari nafkah. Setahuku ia aktif menjadi pekerja lepas di bidang IT sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya. Ia pun berhasil membangun jaringan bisnis warnet berbendera "IT@N Warnet" bersama rekan-rekannya untuk beberapa tahun.

Nasib kurang baik menaungi Iwan. Kegagalan demi kegagalan menerpa dirinya. Setelah kegagalan di bangku kuliah, ia mengalami kegagalan pula pada bisnis warnet yang telah lama digelutinya. Bisnis warnet yang sempat booming akhirnya terpuruk dan menyisakan banyak utang. Penyebab utama kegagalan ini, menurutku, karena mismanagement. Iwan mahir di bidang IT tapi tidak dalam mengelola sebuah bisnis dalam arti sesungguhnya. Ia terlalu banyak mempercayakan pengelolaan bisnis tersebut pada teman-temannya sementara ia hanya berkonsentrasi pada urusan teknis. Aku sendiri terkena dampak dari kegagalan tersebut karena menjadi investor tunggal pada sebuah warnet di bilangan Pasar Rebo. Belum lagi, aku harus ikut membantu membayarkan beberapa utang yang menjadi tanggungan Iwan.

Yang membuat aku salut sekaligus heran pada diri Iwan adalah ia nampak begitu tenang menghadapi semua kegagalannya tersebut. Seolah ingin menunjukkan bahwa semuanya telah diatur oleh-Nya. Manusia hanya dapat berusaha namun Allah jua lah yang akan menentukan berhasil tidaknya usaha kita. Pada awalnya tentu saja aku tidak bisa menerima kegagalan bisnis tersebut. Namun lambat laun aku tersadar bahwa semua terjadi atas kehendak-Nya.

Kegagalan berikutnya masih menerpa Iwan. Ia gagal menjaga keutuhan rumah tangganya. Aku tidak tahu persis apa penyebabnya. Yang jelas, saat aku bertugas di Jogja, aku hanya mendengar bahwa ia bercerai dengan istrinya. Pasca-perceraian ini Iwan tetap tegar, setegar ia menghadapi kegagalan-kegagalan sebelumnya. Entah bermula dari mana, tiba-tiba suatu hari ia meng-sms aku meminta bantuan tambahan dana untuk mengikuti sebuah pelatihan tentang Hypnosis. Ia berkeinginan sekali untuk menjadi motivator. Aku sempat tertegun. "Wah, ia banding steer rupanya. Dari IT ke Hypnosis", begitu pikirku. Tanpa pikir panjang aku setujui permintaannya karena aku yakin ia memang punya bakat dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Beberapa tahun kemudian, ia benar-benar menekuni dunia hypnosis hingga memperoleh beberapa sertifikat profesional. Aku sangat mendukung kegiatannya ini. Bahkan aku pernah "menantang" nya untuk mewadahi kegiatannya tersebut dalam sebuah badan usaha (perusahaan). Dengan santun ia menepis tantanganku. Ia berujar bahwa saat ini ia masih dalam taraf penjajakan. Suatu saat nanti ia akan memenuhi tantanganku tersebut. Oleh karena itulah, untuk sementara, aktivitasnya cukup diwadahi dalam sebuah yayasan.

Oya, bersamaan dengan mulai mendalami aktivitas hypnosisnya, Iwan memberanikan diri melamar seorang gadis asal Pekalongan. Sayang, aku tidak bisa hadir di pesta pernikahannya karena aku sedang tugas di luar kota. Dari istrinya ini, Iwan dikarunia dua orang anak. Laki-laki dan Perempuan. Sayang, belum genap sang anak kedua berusia 20 hari, Iwan dipanggil oleh Yang Maha Kuasa! Pastilah Allah memiliki rencana untuk hal ini. Misteri Illahi tak mungkin terjawabkan oleh logika manusia.

Yaa Allah....Yaa Robb...
Ampunilah segala kesalahan Bapak dan Adik kami...
Lapangkanlah,luaskanlah, dan terangilah kubur mereka....
Ringankanlah siksa kubur bagi mereka Yaa Allah....
Berikanlah mereka tempat yang mulia disisimu....
Amiin......

Slipi, Selasa, 12 April 2011, Pkl.15.10

Saturday, April 09, 2011

In memoriam Iwan Ketan: Sebuah penyesalan

Seharian ini aku malas beraktivitas. Aku lebih banyak membaringkan tubuhku di kasur kamarku. Sesekali menonton tv, selebihnya tertidur. Malaaasss sekali rasanya.
Bayang-bayang kenangan tentang adikku iwan ketan masih terus memenuhi pikiranku. Kilasan-kilasan masa lalu tentangnya datang begitu saja. Beberapa diantaranya mendatangkan penyesalan yang mendalam. Seperti saat hari minggu lalu (3 april 2011) aku menghadiri sebuah rapat di hotel bumi wiyata depok. Jalur yang kulalui menuju ke sana kuyakini berada dekat dengan kost-an nya. Aku memang tidak tahu dan belum pernah ke sana. Namun ia pernah berkata bahwa ia kost di daerah depok atau pasar minggu (aku lupa). Paling tidak dekat-dekat situlah. Aku sendiri pernah "menurunkan" dirinya di pinggir jalan yang akan mengarah ke pasar minggu- depok saat kami pulang dari sebuah training di taman mini. Penyesalan yang muncul adalah karena aku tidak berusaha menelponnya untuk sekedar mampir ke tempat kost. Memang, kegiatannya sebagai trainer motivasi dan hypnosis membuat ia sangat "mobile" sehingga aku sendiri tidak tahu kapan ia berada di jakarta atau di daerah lain.
Aku menyesal tidak menghubunginya karena ternyata hari minggu tersebut ia sedang berada di jakarta. Kabarnya, karena pada hari sabtu ia memberikan training pada sebuah company. Kalau tidak salah, Toyota Manufacturer Club. Seandainya saja hari minggu itu aku bisa bertemu dengannya di tempat kost-an mungkin saja Allah memberikan takdir yang berbeda pada dirinya... Tapi, apakah takdir manusia bisa berubah? Allahu'alam bissawaf...
Penyesalan lain yang masih kurasakan adalah saat senin pagi kakakku nomor dua memberitahu via sms bahwa salah seorang tetangga kami di sunter yang telah tua usia meninggal dunia. Aku hanya menyampaikan pesan turut berduka via sms kembali kepada kakakku tanpa berkeinginan untuk bertakziah. Aku memang tidak bisa ke sana karena pagi itu di kantorku sedang banyak sekali diklat yang diselenggarakan. Juga karena aku harus mengisi suara pada sebuah video profil yang telah dijadwalkan sejak beberapa hari lalu. Kalau pun sore sepulang kantor aku ke sunter, pastilah aku juga tidak bisa menyaksikan jenazah tetanggaku itu karea almarhumah di makamkan di surabaya. Alasan itulah yang membuat aku tidak ke sunter hari ini.
Seandainya saja saat itu aku menyempatkan diri ke sunter pastilah aku bertemu adikku iwan ketan karena sejak siang hari ia berada di sana sebelum sore harinya ia mengalami kecelakaan yang merengut jiwanya!
Seandainya saja aku ke sunter, kemungkinan besar ia tidak harus menggunakan sepeda motor untuk menuju stasiun pasar senen untuk membeli tiket dan kembali lagi ke sunter. Aku pasti akan mengantarnya dan ia tidak akan mengalami kecelakaan...! Hiks...aku turut andil mengantarkan adikku menemui ajalnya. Maafkan aku adikku.....
Jurangmangu, sabtu, 9-4-11

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Friday, April 08, 2011

Kenangan Bersama Iwan Ketan, adikku.

Duka masih belum mau sirna dari lubuk hati ini. Kilasan-kilasan masa lalu bersama adikku masih terus membayang. Rasanya masih sulit untuk meyakinkan diri ini bahwa ia telah berpulang keharibaan-Nya. Adikku, sungguh sulit melupakan semua kenangan bersamamu.
Pagi ini, kenangan itu mencuat kembali dalam memoriku saat aku menuju markas Kopassus untuk menghadiri acara penutupan orientasi peserta diklat teknis pajak. Saat aku harus keluar pintu toll Cijantung dari arah bintaro, sebuah kilas kenangan di bulan januari lalu kembali menguak. Saat itu aku menjemput dirinya di pintu keluar toll tersebut untuk bersama-sama menuju taman mini Indonesia indah untuk mengikuti sebuah pelatihan hypnosis yang diselenggarakan oleh E.D.A.N.-nya Ikhwan Sopa, seorang trainer motivasi dan hypnosis. Di pelatihan itu aku menjadi peserta sedangkan adikku menjadi asisten pelatih secara sukarela. Aku jemput ia di sana karena tempat kost bila ia sedang berada di Jakarta ada di bilangan lenteng agung.
Kenangan lain yang muncul dalam memoriku adalah saat aku menyusuri jalan pasar rebo. Di sana, pada tahun 2006, aku dan adikku membuka sebuah warnet. Warnet yang kami buka di sana menggunakan label "It@n warnet" yang menjadi brandname bisnis beberapa warnet yang ia bangun.
Itulah warnet pertama dan terakhir yang kami miliki. Selama ini, ia membangun bisnis warnetnya bersama teman-teman investor. Ia hanyalah bertindak sebagai konsultan IT-nya saja.
Aku ingat, betapa senangnya ia saat warnet di pasar rebo itu telah beroperasi. Ia berujar kala itu, inilah warnet pertama yang kepemilikannya benar-benar dimilikinya sendiri bersama saya. Sebelumnya, "share" miliknya pada beberapa warnet lain yang telah ia dirikan hanyalah sedikit. Ia berjanji akan mengelola warnet tersebut secara serius meskipun pada akhirnya warnet ini tutup pada saat belum berumur setahun. Mismanagement sebagai penyebab utamanya.
Kala itu aku sungguh menyesali apa yang terjadi pada nasib warnet kebanggaannya tersebut. Overload beberapa pekerjaan lepas yang ia lakoni saat itu menjadikan ia tidak bisa berkonsentrasi penuh pada warnet yang ia bangun. Nasi sudah menjadi bubur. Kegagalan mengelola warnet menyisakan banyak utang pada diriku. Aku shock menghadapi situasi saat itu, namun adikku tetap tegar dan bahkan menerima hal ini sebagai cobaan dari Nya. Itu begitu mudah menyerahkan semua masalah kepada Allah sementara aku belum bisa melakukannya. Ia hanya berujar padaku bahwa apa yang terjadi saat ini dan bila kita berpasrah diri maka Insya Allah akan dilipatgandakan oleh Nya rezeki kita kelak.
Benar saja, beberapa bulan kemudian aku mendapat promosi jabatan di kantorku dan terjadi kenaikkan remunerasi di kementerianku. Allah mengembalikan investasiku yang hilang secara bertahap.
Wahai adikku, tak sanggup aku melebihimu dalam hal berpasrah diri. Banyak pelajaran yang engkau berikan padaku selaku kakakmu. Engkau begitu dekat dengan-Nya. Sementara aku berada jauh dari-Nya. Akankah aku mampu mengikuti jejakmu di dunia fana ini? Akankah aku mampu mewujudkan impian-impianmu yang belum tergapai hingga saat ajal menjemputmu?
Bila kau khawatir akan nasib anak-anakmu, aku berjanji akan menjaga anak-anakmu.
Pergilah dengan tenang wahai adikku. Allah akan menjaga semua milikmu di dunia.....
Cijantung, jumat, 8 april 2011
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Thursday, April 07, 2011

Profil Iwan Ketan

Ia terlahir bernama Agus Setiawan dari pasangan Gemiadi dan Katinem. Ia merupakan bungsu dari 6 bersaudara. Kedua orang tuanya berasal dari sebuah desa di Kabupaten Magetan. Nama Iwan Ketan ia pilih sebagai nama lain dalam beraktivitas. Hingga saat ini saya pun tidak tahu singkatan apakah "ketan" tersebut.
Iwan Ketan lahir di Jakarta pada tanggal 19 Agustus 1983. Ia menamatkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Santo Lukas III Jakarta Utara (di daerah Sunter Agung, tempat kelahiran dan dibesarkan). Sekolah Menengah Tingkat Pertama ia tempuh di SMP Negeri 30 Jakarta Utara, dan Sekolah Menengah Tingkat Atas ia tempuh di SMA Negeri 13 Jakarta Utara.
Selesai menamatkan pendidikan tersebut, ia melanjutkan kuliah di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Sayang, ia tidak sampai menyelesaikan pendidikan tersebut hingga tuntas. Di semester akhir ia mengundurkan diri demi menggapai cita-citanya yang lain.
Iwan Ketan menghembuskan nafas terakhir di ruang ICU Rumah Sakit Mitra Kemayoran Jakarta pada hari Selasa Sore, 5 April 2011, satu hari setelah ia mengalami kecelakaan sepeda motor di underpass Kemayoran. Kecelakaan tunggal yang terjadi pada Senin malam, 4 April 2011 mengakibatkan luka di kepala yang cukup parah.
Iwan Ketan meninggalkan seorang putra dan dua orang putri (salah satu putrinya berasal dari istri pertama yang cerai pada tahun 2007).

Berikut profil Iwan Ketan:


  • The 1st Hypnosis Instructor in Pekalongan
  • http://ibhcenter.org/id/anggota/1208

  • Master NLP,Life Learner & Trainer,

  • Director on SMileTrainer,
  • "Mind Learning Center for Indonesia Better"

  • Associate Trainer of MBS Management

  • Keep on Smile Facing the World


Trainer yang lebih dikenal dengan nama Iwan Ketan ini memulai karirnya sebagai Progammer freelance dan IT Consultant sekaligus menjadi owner dari IT@n Computer Consult Hardware/Software Spesialist.

Beliau sempat bergabung dengan Muammalat Institute melalui Program Muammalat Developmnent Program sebagai Tim Materi. Dalam dunia IT , Iwan telah dipercaya bermitra dengan beberapa Perusahaan dan UKM seperti PT.Mahameru, CV. Fashion Empire, LookZ Optic, Fiorruci Boutique, etc . Selain itu Iwan juga dikenal sebagai Consultant puluhan warnet di Jakarta.

Kiprah Iwan di Dunia Training sendiri telah dilakoninya sejak menikmati bangku kuliah di Fasilkom UI ketika beliau bergabung dalam lembaga kemahasiswaan. Kecintaannya pada dunia training semakin mendalam ketika dipercaya menjadi Asisten Outbound Trainer mendampingi AnNu'man sebagai Trainer Muamalat Spirit dalam MODP. Sejak saat itu, beliau semakin memperbanyak ilmu penunjang training melalui sertifikasi komunikasi, Hypnocoach hingga International Certification Master Neuro Linguist Programming.

Saat ini, Iwan tergabung dalam lembaga training, MDQuantum.com dan SmileTrainer. Melalui lembaga inilah beliau semakin banyak berbagi kepada ribuan orang dari Sumatera hingga Papua melalui Training -Training SDM diantaranya Mind Design Therapy, Hypnoselling, Magic Communication, Booster Your Life (Motivation), State Management (Personal Excellent), Spiritual NLP

Catatan:
Data di atas diambil dari profil facebook ybs.
Nama asli iwan ketan adalah agus setiawan.

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Wednesday, April 06, 2011

Iwan Ketan, dalam kenangan

Perasaan kehilangan sesuatu mulai terasa kembali seiring kepergian kami sekeluarga meninggalkan kota Pekalongan. Kota ini menjadi tempat pembaringan terakhir bagi adikku tercinta, agus setiawan alias iwan ketan.
Pagi tadi sekitar jam 10 ia telah kami kebumikan. Gema tahlil dan takhmid serta doa-doa mengiringi acara pemakaman tersebut. Ini adalah kali kedua aku menghadiri pemakaman keluargaku. Acara pemakaman pertama adalah sewaktu kami harus mengebumikan ayahanda kami di tahun 2006 lalu di desa kelahirannya di magetan.
Untuk kesekian kalinya kucoba untuk tidak meneteskan air mata saat peti jenazah adikku masuk ke dalam liang kubur. Dalam hati aku pun berdoa, semoga ia mendapatkan tempat yang layak di sisi Nya, dilapangkan dan diterangi kuburnya. Selamat tinggal adikku. Istirahatlah dengan tenang. Suatu ketika, kami toh juga akan menyusulmu.
Saat bus yang kami carter dari Jakarta meninggalkan kota Pekalongan, kenangan masa lalu tentang adikku kembali menguak pikiranku. Tak kusangka ia tidak genap 28 tahun menghirup pekatnya kehidupan dunia ini. Ia mendahului ke lima kakaknya untuk menghadap sang Khalik.
Bayangan akan wajah cerah saat kami mandikan kemarin di Jakarta masih terbayang di benakku. Senyuman khas sang iwan ketan nampak jelas di wajahnya. Raut wajahnya pun menunjukkan sebuah kebahagiaan. Mungkin itu pertanda ia bahagia dapat menghadap sang Maha Pencipta.
Wajahnya memang tidak mulus, khususnya pada bagian kepala sebelah kanan atas. Ada beberapa goresan bekas luka di sana. Namun keceriaan raut wajah tetap nampak jelas terlihat. Dengan lembut aku dan beberapa saudaraku serta pemandi jenazah memandikan tubuh yang telah dingin namun belum kaku itu. Setiap kali ku usap bagian tubuhnya, pikiranku melayang ke masa-masa saat ia kecil dulu.
Karena tak ingin melepaskan kesempatan yang semakin singkat untuk melihat adikku ini, maka sesering mungkin kutatap wajahnya sambil tangan ku tetap mengusap dan menyabuninya.
Terakhir kali kumelihatnya adalah saat ia memberi materi pengenalan tentang hypnosis di kantorku di pusdiklat pajak, slipi.
Di sana ia mengenalkan hypnosis kepada para pegawai yang diselingi dengan beberapa permainan trik sulap. Aku ingat, ada sebuah permainan yang membutuhkan konsentrasi tinggi yang hampir gagal. Saat permainan itu selesai, langsung kutanyakan kenapa itu terjadi. Ia hanya mengatakan bahwa saat memulai permainan tersebut ia sempat blank. Penyebab utamanya, penutup mata yang ia gunakan terikat terlalu ketat. Akibatnya ia sempat pusing dan kehilangan konsentrasi.
Aku pun berpesan agar hal seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari. Ia hanya menjawab singkat "iya mas" sambil menyeringai khas.
Itulah saat terakhir kami saling bertemu. Karena kesibukan kami masing-masing, kami memang jarang bertemu. Oleh karena itulah, saat kakak ku menyampaikan kabar kecelakaan yang menimpa adikku ini, aku begitu shock. Semakin shock, saat mengetahui kondisi luka-luka yang dideritanya. Penjelasan dokter jaga dan dokter ahli syaraf atas hasil ct-scan seolah membuat denyut jantungku berhenti. Saat itu, di ruang UGD, aku benar-benar tak kuasa melihat kondisi pasca-kecelakaan tersebut. Sulit bagiku untuk mempercayai bahwa tubuh yang terbaring di atas dipan di ruang UGD itu adalah adikku. Saat itu, aku hanya bisa berpasrah diri seolah ia telah tiada. Dan Allah pun mengambil yang menjadi miliknya tidak sampai 24 jam kemudian.
Selamat jalan adikku sayang. Kenangan bersamamu baik pahit dan suka tak akan pernah aku lupakan. Engkau memang pernah membuat aku kecewa pada dirimu namun engkau pun banyak menginspirasi semangat diriku.
Perjuanganmu yang berat pada setiap titian usahamu untuk menghidupi keluargamu sungguh tak tertandingi. Engkau tidak pernah mengeluh meskipun sedang terhimpit perihnya kehidupan. Engkau senantiasa senyum di setiap kesempatan dan di mana pun kau berada.
Selamat jalan adikku sayang. Engkau takkan pernah kami lupakan hingga akhir hayat kami kelak, sebagaimana kami tak bisa melupakan ayahanda. Engkau adalah yang terbaik di keluarga ini. Kami, kakak-kakakmu, sulit menandingi kepandaianmu dan semangat ibadahmu. Perbuatan baikmu pada orang lain sering kaulakukan tanpa pamrih. Semoga engkau benar-benar mendapatkan yang terbaik di alam sana. Selamat tinggal....selamat tinggal....selamat tinggal wahai adikku tersayang.... Kami sungguh mencintaimu...!
Di atas bus menuju Jakarta, rabu, 6-4-11, pkl. 15.20
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Duka masih terus kurasakan. Meski kadang bisa terlupakan sejenak, namun saat kenangan itu terulang kembali, sesak di dada sulit sekali untuk aku hilangkan.
Kenangan masa kecil hingga saat aku bersamanya di beberapa bulan lalu terus membayangi ingatanku seakan ia masih hadir di sisiku.
Air mata tak ada lagi untuk diteteskan. Semuanya telah mengering seiring kepastian diri ini tentang telah berpulangnya adik bungsu kami. Ia melepas nyawa dan menghadap sang Pemiliknya. Kami memang memintanya untuk melepaskan nyawa dan ikhlas meninggalkan keduniawian ini seikhlas kami melepaskan dirinya untuk kami demi melepaskan pula semua penderitaannya.
Luka di bagian kepala yang dialami Agus Setiawan alias Iwan Ketan, adikku ini, sungguh terlalu parah. Entah apa yang terjadi, benturan benda keras mengenai kepalanya saat ia terlempar dari sepeda motor dan helm yang ia kenakan terlepas. Tak ada pihak yang bisa menjelaskan kejadian ini kepada kami, termasuk keponakan kami yang berboncengan dengannya saat itu. Semuanya menjadi misteri bagi kami dan kami serahkan pula kepada Allah untuk menyimpannya.
Kurang dari 24 jam sejak kecelakaan terjadi, akhirnya adikku tercinta ini menghembuskan nafas terakhirnya. Kami memang mengizinkan pihak rumah sakit untuk melepaskan semua alat bantu yang selama beberapa jam telah menopang semu nyawanya.
Melihat hasil ct-scan dan penjelasan dokter ahli bedah syaraf, kondisinya mustahil untuk di tolong. Hanya sebuah mukjizat Nya lah yang mampu menyembuhkannya. Namun haruskah kami menunggu mukjizat itu datang? Akankah Allah memberikan mukjizat itu kepada kami, pemilik sementara adikku di dunia ini? Kami sungguh tak tega melihat ia terbaring tak berdaya di atas ranjang yang diletakkan di sudut kamar ICU dan seolah ia sedang menahan penderitaan besar.
Sesuai saran dokter yang telah menyatakan bahwa ia tak mampu lagi menolong sebagai seorang profesional dan sesuai dengan kesepakatan kami yang telah ikhlas melepaskan kepergian adik kami ini, akhirnya satu per satu alat bantu pun kami lepaskan dari tubuhnya. Perlahan demi perlahan helaan nafas adikku semakin menurun. Sebelum azan magrib menggema ia pun dengan tenang meninggalkan dunia ini. Senyum khas adikku ini pun tersungging di bibirnya setelah nafas terakhir ia hembuskan. Selamat jalan adikku. Semoga engkau mendapatkan tempat yang sangat layak di sisi Nya. Aku tau engkau sangat pantas mendapatkan mahligai nan elok di alam sana sesuai dengan amal ibadah yang engkau lakukan selama ini.
Pekalongan, rabu, 6-4-11
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Tuesday, April 05, 2011

Sungguh sebuah hari yang tak bisa kulupakan hari ini. Semuanya begitu kelabu. Sejak semalam hatiku gundah gulana menyaksikan betapa hebat luka akibat kecelakaan yg menimpa adikku tercinta, agus setiawan alias iwan ketan.

Seharian ini aku dan semua saudara2 ku hanya bisa menyaksikan perjuangan untuk hidup adikku itu. Kami pun hanya bisa berpasrah diri kepada Nya.

Sore hari, adikku tersayang akhirnya menghadap ke haribaan Nya. Selamat jalan sayang. Perjuangan hidupmu yang luar biasa tak pernah aku lupakan.

Selamat jalan adikku, semoga engkau mendapat tempat yang layak di sisi Nya.

Aku takkan pernah melupakanmu wahai adikku..... Selamat jalan....

Sunter, Selasa, 5-4-11, 18.10

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Iwan Ketan Adikku

Kemarin (4/4/11) aku agak malas di kantor. Tawaran untuk tugas mendadak menghadiri sebuah diklat kerja sama dengan Pemda Semarang pun aku tolak. Saat pulang ke rumah selepas jam kantor pun ada rasa malas menggelayut di hati. Tapi aku tidak berprasangka apa-apa akan hal ini. Mungkin, aku memang tidak ditakdirkan memiliki firasat yang peka.

Selepas makan malam di rumah, aku membuang waktuku dengan menyempatkan untuk mengantar anakku, Irsyad dan Rizqu, ke sebuah mini market yang berada di dekat rumah. Setelah itu, aku bermalas-malasan dengan menonton filem dari sebuah keping DVD, ditemani istriku tercinta.

Kuselingi aktivitas menonton tersebut dengan sesekali menjawab beberapa sms yang masuk ke hp-ku dan pesan2 yang masuk di BB-ku. Bahkan aku sempat mengatakan kepada istriku bahwa di pesan pada grup BB-ku ada banyak info tentang beberapa teman yang sanak familinya sedang berada di rumah sakit.
Kurang lebih jam delapan malam, hp ku tiba-tiba berdering. Muncul nama kakakku di layar monitor. Segera kuangkat hp tsb dan menerima panggilan masuk tersebut tanpa memiliki firasat apapun.

"Dik, lagi rapat nggak?", begitu kata-kata kakakku lirih, setelah mengucapkan salam sebelumnya.
Ku jawab bahwa aku sedang di rumah. Tak lama kemudian kakakku menjelaskan bahwa adikku bungsu kami, Agus Setiawan alias Iwan Ketan, tertimpa musibah. Ia mengalami kecelakan saat mengendarai motor bersama salah satu keponakan ku.
Kakakku hanya meminta agar aku segera menuju rumah sakit di bilangan Kemayoran Jakarta Pusat. Kondisinya kritis kata Kakakku.

"Allahu Akbar?", begitu teriakku dalam hati. Seketika aku gundah gulana membayangkan bagaimana kondisi adikku saat itu. Aku hanya berharap semoga tidak fatal.
Segera aku ganti baju dan mengeluarkan mobilku seraya menelpon ke saudara-saudaraku yang lain untuk menanyakan kondisi adikku itu. Aku juga menghubungi beberapa teman agar bersedia menemaniku menuju rumah sakit tersebut. Yah, aku butuh teman perjalananan karena khawatir aku shock di jalan.

Sesampai di rumah sakit, adikku Iwan Ketan sedang di ruang CT-Scan. Aku hanya berhasil bertemu dengan keponakanku di ruang gawat darurat. Kondisi keponakanku tersebut tidak terlalu mengkhawatirkan. Meskipun begitu ada luka terbuka di sekitar kepala.

Tak lama aku menunggu, adikku Iwan Ketan muncul dari ruang radiologi. Ia terbaring tanpa daya di atas tempat tidur yang didorong oleh seorang perawat. Saat melihat kondisi fisik pada bagian wajahnya, seketika aku shock! Perutku terasa mual. Aku tidak sanggup melihat kondisi wajah adikku yang sedemikian parah.
Dahinya agak tertetuk ke dalam. Bagian mata kanan terlihat luka dan lebam yang sangat besar. Ia tak sadarkan diri.

Saat melihat dan mendapat penjelasan dari dokter jaga dan dokter ahli bedah syaraf tentang hasil CT Scan membuat aku semakin shock. Ku tahan agar air mata ini tidak jauh dari pelupuk mataku. Ku buat diriku tegar walau badan ini serasa tak bertulang. Lemas!

Dokter menjelaskan bahwa kondisi yang dialami adikku Iwan Ketan sangat parah. Ada banyak cairan di otak nya. Selain itu di bagian paru-paru pun di perkirakan terdapat darah. Yaa Allah.....cobaan apakah ini bagi keluarga kami????

Aku menenangkan diriku. Ku yakinkan diri ini bahwa semuanya telah menjadi suratan-Nya. Aku yakin bahwa Allah sangat sayang pada adikku ini yang ibadahnya sangat luar biasa.

Kini yang dapat kami lakukan hanyalah berdoa seraya menunggu Allah menurunkan mukjizatnya.....

Yaa Allah berikanlah ketabahan kepada kami semua, ringankanlah penderitaan adik kami.
Bila Engkau masih mengizikan adik kami untuk beribadah kepada-Mu, sembuhkanlah ia....
Kami hanya dapat berpasrah diri pada-Mu, Yaa Allah......
Tunjukkanlah kuasa-Mu saat ini kepada kami......

Slipi, Selasa, 5 April 2011, 09.00