Tuesday, May 29, 2012

Maastricht H-3

Saat keberangkatan aku dan temen2 terpilih mengikuti training ke Maastricht Belanda tinggal 3 hari lagi. Namun beberapa hari ini suasana diskusi kami melalui grup BBM semakin panas. Banyak issu berkeliaran di antara rencana keberangkatan kami. Bahkan kabarnya ada pihak yang mulai mempertanyakan agenda training itu sendiri. Entah siapa yang menghembuskan issu ini.
Keberangkatan kami ke Masstricht tentu saja bukan tanpa perencanaan yang matang. Beberapa agenda kegiatan telah disusun sedemikian rupa oleh tim yang ditugaskan. Aku sendiri bukan bagian dari tim persiapan tersebut.
Meski banyak info bertebaran, rasanya untuk membatalkan keberangkatan ini sangat tipis. Deal dengan pihak mitra di Maastricht telah dilakukan. Tiket telah dibeli. Dan exit permit dari kementerian luar negeri pun telah dikantongi. So what??
Pagi ini akan ada pertemuan antara tim change agent yang akan berangkat ke Maastricht dengan our bigboz and staff. Aku tidak tahu agenda apa yang akan dibahas nanti. Bagiku, lebih baik memposisikan diri saja sebagai pendengar yang baik. Iya kan semua petuah dan saran yang nantinya diberikan dan berikan yang terbaik nantinya bagi lembaga. That's it! So simply!

Purnawarman, 29 Mei 2012, 07:45
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sunday, May 20, 2012

Amerika akan Bom Makkah dan Madinah??

Forwarded:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/05/12/m3wjl3-amerika-akan-bom-makkah-dan-madinah akan Bom Makkah dan Madinah?
Sabtu, 12 Mei 2012, 15:58 WIB
NEW YORK -- Meski Arab Saudi disebut-sebut sebagai
salah satu sekutu utama Amerika Serikat, ternyata negeri Paman Sam itu
memiliki agenda tersembunyi untuk menghancurkan dua kota suci umat
Islam yang berada di Saudi, Makkah dan Madinah. Kabar itu terungkap
setelah materi kursus militer untuk para perwira AS bocor ke media
massa.
Seperti dilaporkan Associated Press, Jumat (11/5), dalam salah satu
kursus militer yang digelar Pentagon, Amerika mendoktrin para perwira
AS masa depan, bila Islam adalah musuh yang wajib dihancurkan. Karena
itu, Amerika mengagendakan bakal menghancurkan tempat-tempat suci umat
Islam, yakni Makkah dan Madinah --kota tempat Ka'bah dan makam Nabi
Muhammad SAW berada-- dengan bom atom. AS bakal melontarkan bom atom
ke Makkah dan Madinah laiknya saat mereka membumihanguskan Kota
Hirosima dan Nagasaki di Jepang pada Perang Dunia II.
The Guardian melaporkan, pelatihan selama satu tahun yang digelar di
Sekolah Gabungan Angkatan Bersenjata AS di Norfolk, negara bagian
Virginia itu, merupakan upaya Amerika mendapatkan para prajurit dan
pemimpin masa depan yang bakal melakukan perang total terhadap 1,4
miliar umat Islam di seluruh dunia. Ini yang mengesalkan, dalam
pelatih itu para perwira diminta tidak mempedulikan berapa banyak
nyawa warga sipil Muslim yang bakal melayang.
Instruktur Angkatan Darat AS yang mengajar dalam pelatihan itu, Letkol
Mattew Dooley menyatakan, dirinya tidak percaya ada konsep Islam
moderat. Dooley mengatakan, agama Islam dan para pengikutnya masuk
dalam kategori musuh yang dapat mengancam eksistensi AS.
"Mereka (Muslim) membenci segala hal tentang kamu (warga Amerika) dan
tidak akan mau hidup berdampingan dengan kamu hingga kamu lenyap,"
ungkap Dooley dalam sebuah presentasi Juli 2011 lalu, seperti
dilaporkan AP.
Dooley juga memprovokasi, teori perang yang ditetapkan dalam Konvensi
Jenewa sudah tidak relevan dengan teori perang sesungguhnya. "Ini
membuka opsi baru, di mana perang dengan penduduk sipil boleh
dilakukan, jika diperlukan. Sebab, sudah ada sejarahnya seperti Tokyo,
Hiroshima, dan Nagasaki," kata Dooley.
Skenario Amerika berikutnya adalah ingin menjadikan Saudi terancam
kelaparan dan Islam. Meski awalnya menutup-nutupi pelatihan tersebut,
Pentagon akhirnya menghentikan kursus tersebut. AP melaporkan,
penghentian kursus tersebut diawali protes seorang perwira yang
menilai materi kursus bertentangan dengan pernyataan pemimpin AS tahun
lalu, yang mengatakan AS memerangi kelompok fundamentalis Islam, bukan
memerangi ajaran Islam.
Pentagon pun memerintahkan penyidikan materi kursus militer tersebut.
Akhirnya, para petugas termasuk instruktur kursus, Dooley diskor
Pentagon. Tapi mereka tidak dipecat.
Sejatinya, pelatihan militer bagi perwira AS yang menargetkan umat
Islam bukan kali ini saja. Tahun lalu terkuat, FBI menghentikan kursus
militer serupa. Seperti kata pepatah, serapat-rapatnya bangkai
ditutupi, akhirnya tercium juga. Meski Pentagon dan Gedung Putih
berusaha menutup rapat niat jahat tersebut, rencana membumihanguskan
kaum Muslimim yang ingin hidup di dalam naungan syariat Islam dan
menolak sistem yang coba diterapkan AS terungkap juga.
Redaktur: Karta Raharja Ucu
Sumber: Presstv/AP/the Guardian

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Friday, May 18, 2012

Sidak Dahlan Iskan di ATC Bandara Soetta

Dari Milis tetangga..
SIDAK ATC Dahlan Iskan
Minggu, pukul 06.00 wib, saat jalanan di Jakarta masih lengang, mobil Mercy L 1 JP melaju kencang menuju bandara Soekarto Hatta. Penumpangnya hanya berempat. Pak Menteri BUMN, aku dan pak Jusak. Pak Dis duduk di depan kiri berdampingan dengan Zahidin, sopir pribadinya. Sedangkan aku dan pak Jusak, duduk di belakang. Kami berdua seperti juragan di mobil mewah itu. Terlihat beberapa botol air mineral dan camilan kecil tersedia rapi. Juga ada permen. ''Kita berangkat pagi, karena aku pingin mampir ATC (Auto Traffic Control) di Soeta,'' kata pak menteri sambil menggulung lengan hem bergaris-garis warna biru yang dikenakan. Sesegera mungkin, tas kopor kutarik dan kumasukkan ke dalam bagasi mobil berwarna hitam metalik itu.
Sepinya jalanan ibukota, membuat Zahidin tancap gas full. Tidak sampai 1 jam, perjalanan menuju bandara Soeta dari Capital Residence, dilalui tanpa hambatan. Lucunya, saat sampai di pintu gerbang Perum Angkasa Pura (PAP), mobil melaju pelan. Pak menteri bergegas menurunkan kaca sambil menyapa sekurity dan satpam yang tengah berjaga. ''Pagi, pak. Permisi, ya'' sapa pak Dis dengan ramah. Belum sempat menjawab, mobil yang membawa kita melaju menuju sebuah gedung paling ujung. Rupanya gedung ini adalah tempat paling vital milik PAP. Karena di gedung inilah letak berbagai mesin pengontrol lalu lintas udara yang ada di bandara Soeta.
Belum sampai di tempat parkir, terdengar peluit dari security yang kita lalui. Dari belakang, kulihat petugas jaga yang ada di pos, berlari-lari menghampiri mobil kami. Dengan wajah garang, seorang petugas berbadan agak tambun menyuruh mobil kami kembali. Alasannya, tempat terlarang dan tidakb oleh sembarangan orang masuk. Untuk urusan itu, pak Dis menyerahkan pada Zahidin. Sepintas, kulihat ada adu argumentasi antara sopir pribadi pak Dis dengan petugas security. Sedangkan Pak Jusak buru-buru mencari toilet. Apa yang terjadi, aku tidak tahu pasti. Bagiku, mengikuti langkah pak Dis yang sangat cepat, lebih penting. Setengah berlari, kuikuti langkah pak Dis menuju sebuah gedung yang salah satu mejanya bertuliskan receptionis. ''Pagi, Assalamulaikum, permisi,'' sapa pak Dis. Ternyata, ruangan itu kosong. Tak ada jawaban. Namun demikian, Pak Dis tetap bertahan dan berusaha memasuki ruang demi ruang yang ada sambil melihat-lihat keadaan. Kotor dan perlatan kantor berserakan tidak pada tempatnya. Disamping itu, terlihat meja kerja maupun meja tamu, terdapat botol air menieral, bekas piring makan dan satu lagi, asbak penuh puntung rokok. Padahal, ruangan itu full AC. Dingiiiiiin.
Bagiku, ini aneh. Meskipun minggu dikenal hari libur bagi masyarakat umum, tidak demikian dengan PAP dan dunia airline. Hari libur, justru hari-hari sibuk bagi instansi yang ada dalam salahs atu BUMN tersebut. Makanya, ada 3 shift yang diberlakukan bagi karyawannya di bagian ini. Belum tuntas keanehanku, muncul suara nyanyian dari laki-laki yang ada di dalam ruangan yang ada di televisinya itu. Akupun kembali mengeraskan suaraku mengucapkan salam. Bukan jawaban salam, yang kuterima, malah semprotan sinis. ''Siapa sih lo, pagi-pagi gini. Berisik amat,'' demikian jawab laki-laki berseragam dengan wajah ketus. Begitu melihat wajahku, laki-laki lain muncul dengan suara tak kalah garang. ''Siapa yang suruh masuk ke sini,'' katanya dengan suara lebih keras. Akupun tak mau kalah. ''Mana bosmu, pak menteri pingin ketemu,'' jawabku dengan tak kalah garang. Mendengar suara galakku, laki-laki yang ada di dalam, ikutan keluar. Sampai akhirnya ada lima orang lelaki yang bersiap menghadapiku. Saat kutoleh ke belakang, pak Dis buru-buru beranjak pergi. Pak Dis keluar dan mencari-cari sendiri ruangan ATC. Akupun bergegas mengikuti langkah gesitnya. ''Lho, bukannya itu pak Dahlan Iskan ya,'' kata dua petugas yang masih muda dan ganteng. Tanpa menjawab, akupun pergi berlari menguntit langkah pak Dis dari belakang.
Kulihat, ada perubahan wajah pak Dis dari yang sebelumnya ramah, agak kecut. HP blakberry warna hitam dikeluarkan dan memencet nomor telepon. Sambil terus berjalan, pak Dis menelepon seseorang. ''Assalamulaikum, selamat pagi mas. Mohon maaf, mengganggu libur anda ya. Sory, nih, saya nuwun sewu, dan kulo nuwun, ingin melihat ATC. Melihat komputer yang baru kita beli kemarin. Nuwun sewu lho, mas,'' ucap pak menteri. Rupanya, pak Dis menelpon bos PAP yang tengah menikmati libur minggu. ''Tidak usah, tidak usah. Biar saya sendiri saja yang mencari. Saya sudah ada di dalam kantor anda kok ini. Cuma mencari-cari belum ketemu,'' ucap pak menteri sambil terus membuka-buka pintu ruangan yang dilalui. Rupanya, sebelum itu, pak Dis sudah pernah berkunjung. Hanya saja, lupa tempatnya. Meski demikian, pak Dis tidak putus asa. Sampai akhirnya, ada ruangan yang bertuliskan ATC. Bergegas, pak Dis masuk. ''Nah, ini dia,'' ucapnya dengan wajah berbinar.
Akupun mengikuti langkah pak Dis. Benar. Di ruangan yang agak tersembunyi itu, terdapat sebuah ruangan khusus. Di dalam ruangan itu ada beberapa orang bekerja. Sambil mengucapkan salam, pak Dis menyalami satu persatu karyawan yang tengah bertugas. Tentu saja mereka kaget. Tidak mengira, jika ruangan mereka dikunjungi menteri. Beberapa orang yang tadinya santai, terlihat kembali ke komputernya. Begitu juga yang tengah merokok, meletakkan putung rokoknya di asbak yang ada di sampingnya. ''Wah, nglembur ya. Maaf, saya menganganggu, '' ucap pak Dis sambil bertanya-tanya pada karyawan yang berkerja kala itu. Setelah meminta penjelasan bagian apa ruangan yang tengah didatangi, pak Dis minta ditunjukkan tangga menuju tower ATC. ''Wah, disini perokok semua ya,'' kata pak Dis setengah menyindir. Kudengar ada yang menjawab dan ada yang membisu, sambil mematikan putung rokoknya. Beberapa orang, kulihat sibuk menelepon. Entah siapa yang ditelepon.
Pastinya, ada dua orang lelaki yang memperkenalkan diri sebagai supervisor menjadi penunjuk jalan menuju tower. Kamipun berjalan menuju ruangan yang ditunjukkan. ''Di sini pak. Mari,'' ucap lelaki bertubuh tegap yang mengenakan hem kuning muda. Di depan pintu masuk ruangan itu, terdapat tulisan ''dilarang masuk'' dan tulisan ''steril''. Selain itu juga ada tulisan ''jagalah kebersihan'' .
Karena tempatnya steril, tanpa diminta pak Dis mencopot sepatu ketsnya. Apalagi di tempat itu juga terdapat rak sepatu. ''Di sini tidak sembarang orang boleh masuk, pak,'' kata petugas tadi menjelaskan ruangan khusus itu. Pak Dis hanya manggut-manggut. Setelah itu, kami diajak naik ke sebuah tangga. Kalau tidak salah, ada 10 anak tangga yang kami naiki. Di ujung anak tangga, terdapat sebuah ruangan yang dipintunya bertuliskan ''yang tidak berkepentingan di larang masuk''. Rupanya, kita diajak ke sebuah ruangan kontrol yang seluruh ruangannya full komputer. Suasananya ramai. Sedikitnya ada 30 komputer berbagai ukuran. Masing-masing komputer ada seorang operatornya. Cuma sayang, ruangan yang super dingin itu tidak sesteril, seperti slogan yang dituliskan. Buktinya, di samping meja komputer, ada beberapa makanan. Mulai makanan kecil, sampai piring bekas makan mie. Tragisnya, ruangan ber suhu super dingin itu terdapat beberapa asbak ukuran 1 meter. Sangat kontradiksi, memang.
STRES
Melihat ini semua, pak Dis bertanya-tanya. ''Kenapa masih ada rokok dan bekas makanan di ruangan ini? Katanya steril,'' ucap pak Dis serius. Kulihat, leki-laki yang mengaku supervisor itu gelagapan. ''Oh, iya pak. Rokok itu untuk menghilangkan stres saja. Kalau tidak, temen-teman tidak bisa konsentrasi dalam memantau jalur-jalu penerbangan, '' jawab lelaki itu sekenanya. ''Oh, gitu ya. Kalau stres ya gak usah bekerja saja. Cukup di rumah. Di sini kan butuh orang sehat. Bukan untuk orang stres,'' jawab pak Dis tak mau kalah. Melihat jawaban itu, lelaki tadi tersenyum kecut. ''Iya, pak. Siap,'' jawabnya dengan wajah pucat. ''Tolong ya, pak. yang stres diistirahatkan saja,'' tambah pak Dis. Setelah itu, pak Dis minta penjelasan tentang komputer raksasa yang baru saja didatangkan oleh kementeriannya. Setelah itu, pak Dis berkeliling dan melihat sekeliling. Begitu melihat ada piring makan, sendok, mangkuk dan beberapa bekas pembungkus mie, pak Dis berucap lagi. ''Lebih komplit disini, dibuka kantin atau resto ya,'' ucapnya sinis. Sindiran ini ternyata direspon positif. Buktinya, beberapa lelaki yang sebelumnya mengikuti langkah kita, buru-buru menugasi kawannya membersihkan bekas makanan, piring atau apa saja yang ada di meja sekitar komputer. Akupun hanya senyum-senyum melihat karyawan di bagian komputer itu kelabakan.
KONSER
Puas berkeliling, pak Dis minta ditunjukkan tower tempat mesin ATC berada. Sesuai namanya, Tower ini merupakan bagian tertinggi yang ada di bandara Soeta. Tower inilah tempat paling vital dari setiap bandara. Karena di tempat inilah komunikasi antara petugas dengan pilot pesawat untuk minta ijin landing atau take off pesawat. Sial. Meskipun tempat ini bisa dikatakan jantungnya bandara, tidak seperti yang digambarkan. Super sterilnya tidak tampak. Puntung rokok juga masih ada di beberapa tempat. Bahkan, sebuah asbak tinggi, juga disiapkan. Pak menteri, kembali kecewa. Peralatan serba canggih dan super mahal, tidak diimbangi dengan attitude operatornya. Ketika ditanya mengapa masih ada puntung dan asbak, petugas tadi berkata lugu.
''Biasanya kalau teman-teman panik, pelampiasannya memukul-mukul berbagai alat yang ada untuk pelampiasan kegalauan sambil menyanyi-nyanyi, pak. Apalagi jika cuacanya buruk seperti akhir-akhir ini,'' ujar petugas yang bertanggung jawab di bagian tower. Pak Dis pun mendengar dengan serius jawaban petugas tersebut. ''Oh begitu. Bagus, bagus,'' jawab menteri kelahiran Takeran sambil mengangguk-anggukka n kepala. Sejenak, pak Dis minta penjelasan secara rinci, bagaimana dan apa keluhan yang dirasakan karyawan di bagian tower itu. Puas, pak Dis mengajak beberapa supervisor turun. Di sebuah ruangan kecil, pak Dis mengatakan, bahwa semua keluhan akan ditindak lanjuti. Utamanya, masalah stres dan menabuh bunyi-bunyian di bagian tower sebagai pelampiasan kegalauan karyawan.
''Ita, tolong, bapak-bapak ini anda beri penjelasan, bagaimana kinerja kita di Jawa Pos dulu. Bila perlu, besok, yang dibagian tower dibuatkan orkestra untuk konser musik. Anda kan mantan wartawan musik toh, jadi gampang untuk mengatur mereka,'' kata pak Dis kepadaku. Mendengar ucapan pak Dis kepadaku, beberapa supervisor tadi hanya menganggukkan kepala.
Jelas sekali, jika pak Dis kecewa. Jelas, bila pak menteri gundah.
DOSEN
Sampai akhirnya, akupun angkat bicara. Pada saat pak menteri mengenakan sepatu, akupun memberi pencerahan. Seperti seorang guru, akupun mengisahkan bagaimana sterilnya ruangan redaksi Jawa Pos. Bapak-bapak, kataku memulai ''ceramah'' kecil''. Di Jawa Pos, peralatannya juga canggih karena ada alat cetak jarah jauh dan lain sebagainya yangberkaitan dengan satelit. Untuk menjaga itu semua, bukan berarti karyawan yang merokok tidak boleh merokok. Boleh. Asalkan di luar ruangan. Begitu juga dengan makan. Semuanya boleh dilakukan. Karena merupakan kebutuhan utama manusia. Namun, semuanya itu harus dilakukan pada tempatnya. Untuk merokok, haruslah di luar ruangan. Di dalam ruang redaksi, harus steril. Jadi, kataku lebih lanjut, tolong, di sediakan ruangan merokok bagi yang merokok. Sehingga, selain ruangan ber AC jadi segar dan bersih, peralatan super canggih yang dibelikan dengan uang rakyat bisa diperlihara dengan aman. Melihat aku berceramah seperti dosen di depan mahasiswa, pak Dis menahan senyum sambil pura-pura sibuk membetulkan tali sepatunya.
Oalah....rek. ...rek. Dadi opo aku iki. Setelah itu, kamipun pamitan pulang. Di tengah perjalanan menuju mobil, kulihat ada seorang pejabat yang buru-buru hendak menemui kami. ''Mana pak menteri Dahlan,'' tanyanya kepadaku. Akupun segera menunjukkan dengan tanganku ke arah belakang. Kulihat pak Dis sibuk menelpon di temani tiga orang supervisor yang tadi kukuliahi. Sayup-sayup, ku dengar, pejabat yang berlari-lari itu meminta maaf pada pak Dis karena keterlambatannya itu. ''Maaf pak. Tadi saya ada di tempat lain,'' ucapnya memberi alasan. Akupun berlari menuju toilet karena dinginnya ruangan ''steril'' tersebut.
(bandara Soekarno-Hatta medio februari 2012)

dituturkan oleh Siti Ita Nasyi'ah wartawan di Majalah Kartini

Monday, May 07, 2012

Maastricht I'm coming....

Alhamdulillahirobbil alamiin..... Tahun ini Allah SWT benar-benar melimpahkan keberkahan padaku. Meski cobaan yang menerpaku juga datang tiada henti namun keberkahan yang diberikan-Nya seketika mampu menghapus keresahan dalam diriku selama ini.
Setelah sebulan yang lalu aku dimutasikan ke kantor yang letaknya tidak jauh dari rumah tinggal dan dua minggu lalu aku berkesempatan mengunjungi kota Melbourne, Australia, diawal bulan depan aku berkesempatan mengunjungi kota Maastricht di Belanda. Allahu Akbar!!
Keberkahan beruntun yang kuterima ini tentu saja patut aku syukuri.


Sejak awal April lalu, aku sudah tidak perlu bersusah payah membelah kemacetan jalanan kota Jakarta untuk berangkat menuju kantor dan pulang kembali menuju rumah. Kepenatan rutinitas seperti itu yang kujalani selama setahun setengah lebih akhirnya berakhir sudah. Kini aku bisa dengan santai berangkat ke kantor tanpa rasa was-was akan telat tiba di sana. Biaya transportasipun menjadi jauh lebih ekonomis. Belum lagi, aku tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk makan siang karena saat jam istirahat siang, aku cukup berjalan kaki untuk mencapai rumah dan menyantap makan siang bersama istri tercinta.

Kabar menggembirakan berikutnya kuterima ketika aku baru satu minggu bertugas di tempat yang baru. Aku didaulat untuk mengikuti studi banding ke negara kangguru selama satu minggu. Kabar tersebut tentu saja menyontakkan kesadaranku. Betapa tidak, aku tidak pernah bermimpikan untuk bisa bepergian ke luar negeri. Kini kesempatan untuk melihat kota di negara lain menjadi terbuka. Akhirnya, dua minggu lalu aku pun dapat menyaksikan dan merasakan bagaimana suasana kota Melbourne yang sejuk dan tenang.

Hari selasa lalu (1 Mei 2012), kabar gembira kembali menghampiriku. Aku dan 19 orang teman sejawatku terpilih untuk mengikuti diklat singkat di negeri kincir angin, tepatnya di kota Maastricht. Wuuiihh.....senang sekali rasanya mendapatkan keberkahan beruntun seperti ini. Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik pada diriku..... Aamiin...yaa Robbal alamiin....

Tangsel, Senin, 7 Mei 2012

Tuesday, May 01, 2012

Farewell Melb....

Pagi ini badan terasa letih sekali. Berbagai kegiatan selama seminggu di Melbourne, Australia, termasuk aktivitas meng-explore sudut-sudut kota, yang dilakukan dengan semangat tanpa lelah kini menyisakan kepenatan di tubuhku. Senin pagi ini aku kembali beraktivitas di kantor. Padahal baru tadi malam aku tiba di rumah dari perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan. Perjalanan dengan pesawat sebenarnya tidak terlalu lama. Melbourne menuju Denpasar ditempuh dalam waktu sekitar 6 jam. Sedangkan Denpasar menuju Jakarta ditempuh kurang dari dua jam. Yang membuat lama adalah waktu persiapan di bandara keberangkatan, transit di Denpasar, menuju ke tempat pengambilan bagasi dan sebagainya.


Aku dan rombongan sudah harus bangun pukul 5 pagi waktu Melbourne karena sesuai skedul jam 6 kami sudah harus check out dari hotel dan pukul 7 bus siap mengantarkan kami ke bandara. Beda waktu antara Jakarta dan Melbourne adalah 3 jam. Melbourne berada lebih Timur dari Jakarta. Itu artinya saat kami bangun jam 5 pagi, waktu di Jakarta menunjukkan pukul 2 pagi.


Setelah semua urusan perhotelan selesai, bus pun meluncur meninggalkan Hotel Citadines di Bourke Street 131-135 di pusat kota Melbourne menuju bandara. Tidak sampai satu jam kami tiba di bandara. Seperti saat kami berangkat satu minggu yang lalu, antrean untuk check in dan juga saat melintasi pos pemeriksaan pabean, sangat panjang.
Setelah menunggu cukup lama, pesawat garuda yang kami tumpangi pun take off pukul 10 meninggalkan bandara Melbourne. Hal ini menandakan pula berakhirnya kunjungan kami di kota yang sangat indah ini. Pantas saja bila kota ini dinobatkan sebagai kota paling layak huni sedunia (liveable city of the world).
Farewell Melb.....(Senin, 30 April 2012)