Wednesday, June 13, 2012

Akankah Belanda lolos ke babak selanjutnya??

Beberapa jam lagi tim kebanggaanku sejak kecil, tim orange Holland, akan tampil dalam laga hidup-mati di piala Eropa. Malam ini mereka akan maju melawan tim yang tangguh, Panser Jerman!
Secara matematis cukup berat tantangan Belanda. Jerman terkenal sebagai tim yang sangat ulet dengan barisan pertahanan yang sangat hebat. Tapi bola adalah permainan yang serba penuh dengan kemungkinan! Kemarin tim "kecil" Polandia mampu menyamakan kedudukan saat bertemu dengan tim kuat Rusia!
Bahkan Denmark mampu mengalahkan Belanda di pertandingan pertama. Bila di pertandingan pagi nanti Belanda kalah dari Jerman, maka habis sudah kans Belanda untuk maju ke babak berikutnya!
Hup Holland Hup! Maju terus, raihlah kemenangan......

Bintaro, 13-6-12

Monday, June 11, 2012

Kembali ke Tanah Air

Meskipun hanya seminggu mengikuti pelatihan di Maastricht Belanda, perjalanan ke luar negeri kali ini sangat berkesan buatku. Mengapa? Karena hanya berselang satu bulan sejak aku ditugaskan ke Melbourne, Australia selama seminggu pada bulan lalu, aku kembali mendapat kesempatan ke luar negeri. Ya, berarti sudah dua benua kupijakkan kakiku ini. Sebuah anugerah yang patut aku syukuri.... Sesuatu yang tak pernah terbayangkan oleh orang kecil sepertiku.
Selain itu, banyak sekali kesan yang kuperoleh selama berkunjung ke negeri kincir angin ini bersama 19 rekan sekerjaku yang lain. Paling tidak, keakraban di antara kali semakin terjalin dengan baik. Sesuatu yang bermanfaat bagi pelaksanaan tugas-tugas kami berikutnya sebagai Change Agent.
Perjalanan kembali ke tanah air sangatlah melelahkan bagiku. Pukul 9 pagi di hari Sabtu, 9 Juni 2012 bus yang akan mengantar kami bandara Schiphol di Amsterdam telah tiba di hotel. Tak lama setelah semua tas-tas masuk ke dalam bagasi, bus pun meluncur meninggalkan kota kecil Masstricht nan asri menyusuri highway menuju bandara. Mr. Evekink, manajer program pelatihan, berada di depan pintu masuk bus untuk memberi salam perpisahan kepada kami dengan menjabat tangan setiap rombongan yang akan memasuki bus.

Dua setengah jam waktu yang dibutuhkan untuk mencapai bandara Schiphol. Sesaat tiba di sana kami segera menuju counter check-in untuk mendaftarkan bagasi kami. Ya, kami tinggal mendaftarkan bagasi karena salah satu sahabat kami telah men-check-in-kan kami terlebih dulu kemarin secara on-line.
Setelah urusan bagasi selesai, ada tawaran menarik datang padaku. Seorang temanku menawarkan untuk melihat-lihat kota Amsterdam dengan ditemani oleh  sahabatnya yang sedang menempuh S-3 di Belanda. Waktu yang tersedia sampai dengan saat boarding memang hanya tinggal 2 jam lagi menurut skedul. Itu artinya bila kami harus ke Amsterdam, kami harus tergesa-gesa.
Setelah kupikir-pikir, aku berani menerima tantangan tersebut! Sementara, teman-temanku yang lain tak ada yang berani menerima tantangan tersebut dengan alasan khawatir dengan waktu yang sangat mepet. Walhasil, kami bertiga, aku, Agus Sunarya (teman rombongan), dan Maman (mahasiswa S-3 di Belanda) segera meluncur ke Amsterdam Central dengan menggunakan kereta api yang berada di lantai bawah bandara. Tiket pulang pergi sebesar 4 euro. Jujur saja, sebenarnya aku agak was-was juga menerima tantangan ini....hehehehe

Tiba di stasiun Sentral kami segera menapaki jalan-jalan di sekitar stasiun menuju Museum Patung Liling Madame Tussauds yang berada sekitar 500 meter dari stasiun.
Udara dingin segera menerpa kami saat keluar dari stasiun. Hilir mudik para pejalan kaki begitu riuhnya. Demikian pula hilir mudik kendaraan roda empat, roda dua, dan trem. Benar-benar crowded! Beberapa momen aku abadikan dengan tustel yang telah siap di genggamanku.
Kami bersyukur saat tiba di Museum Madam Tussauds antrean tidak begitu panjang. Menurut cerita Maman, biasanya antrean sangat panjang. Aku dan Agus Sunarya segera mengantre dan masuk ke dalam setelah membayar tiket yang cukup mahal, 22 euro per orang! Maman menunggu di luar karena ia sudah pernah masuk, katanya.
Hanya setengah jam kami berada di museum tersebut karena kami harus segera berjalan kaki kembali menuju stasiun dan menaiki kereta api menuju bandara. Sayang sekali memang! Bila ingin menikmati benar patung-patung lilin orang-orang terkenal tersebut paling tidak kita harus meluangkan waktu minimal 2 jam. Mudah-mudahan suatu saat nanti aku bisa kembali ke tempat ini. Aamiinn........

Dengan rasa was-was kami menuju stasiun.Langkah cepat dan kadang berlari kecil di tengah kerumunan banyak orang kami lakukan. Aku sangat menikmati hal tersebut karena aku memang senang berjalan kaki dengan cara seperti itu. Namun kulihat, sahabatnya yang bertubuh tambun, Agus Sunarya, agak kerepotan mengikuti langkah kaki ku dan Maman. Bahkan keringat terlihat mengucur dari keningnya meskipun udara saat itu sangat dingin.
Alhamdulillah kami akhirnya tiba kembali di Bandara Schiphol setelah menaiki kereta cepat dari stasiun Amsterdam Central. Jam di tangan menunjuk pada angka 14.30! Padahal dalam boarding pass tertulis waktu boarding adalah 14.00!! Yup kami terlambat setengah jam! Meski ada rasa was-was namun kami cukup yakin diri karena untuk penerbangan internasional batas waktu boarding biasanya adalah satu jam sebelum take-off. Dan alhamdulillah kami masih aman! Karena setelah memasuki gerbang imigrasi dan saat menuju gate G-9, kami bertemu dengan beberapa teman lain yang serombongan dengan kami. Dan final call pun belum ada!
Agus Sunarya segera bergabung dengan rekanku yang lain menuju gate G-9. Sementara aku malah kembali menuju duty free shop untuk melihat-lihat terlebih dahulu. Ya, masih ada sesuatu yang aku cari di sana. Sebuah hadiah yang akan kuberikan pada anakku yang akan berulang tahun di awal bulan depan.
Keberangkatan pesawat Emirates delayed selama 30 menit dari jadwal semula. Tahu begitu, aku masih bisa jalan-jalan dulu di duty free shop lebih lama, begitu pikirku nakal.
Akhirnya setelah menunggu cukup lama, kami masuk pesawat dan pesawatpun tinggal landas. Jam saat itu menunjukkan pukul 16.00 waktu setempat. Perjalanan menuju Dubai memakan waktu 6 jam!
Kami tiba di Dubai pukul 24.00 waktu setempat. Ada perbedaan waktu selama 2 jam lebih awal antara Dubai dengan Belanda. Karena saat boarding kembali adalah pukul 03.30 waktu Dubai, itu artinya kami punya waktu selama 3 setengah jam untuk mengekplorkan diri di bandara yang sangat luas ini. Pillihanku adalah: mencari smoking area bersama Sandri teman sekamarku dan  satu-satunya teman perokok diantara 19 rombongan lain.
Setelah selesai melepas hajat (merokok dan menghabiskan segelas kopi buatan starbuck ukuran large), aku dan Sandri mulai melirik dan menjajaki beberapa toko untuk membeli souvenir. Tak terasa, saat kami membayar kami diberitahu oleh petugas kasir bahwa waktu boarding bagi kami tinggal beberapa menit lagi padahal untuk menuju terminal 3 dari terminal 1 diperlukan waktu sekitar 15 menit berjalan kaki!
Pesawat lepas landas pukul 04.30 waktu Dubai. Pejalanan menuju Jakarta akan ditempuh dalam waktu 8 jam. Begitu sang pilot memberi tahu melalu pengeras suara sesaat sebelum kami take-off.
Setelah beberapa jam perjalanan yang membosankan kami diberitahu sang pilot bahwa pesawat harus mendarat darurat di kota Chennai, India karena ada seorang penumpang yang membutuhkan perawatan medis segera. Hmm....bagus juga perlakuan maskapai ini terhadap penumpangnya. Mereka rela mendaratkan pesawat (yang tentu saja berkonsekuensi pada biaya yang cukup besar) demi keselamatan penumpang.
Satu jam lebih kemudian kami meninggalkan bandara Chennai menuju Jakarta. Waktu tempuh adalah 4 jam. Oleh karenanya saat tiba di bandara Soekarno-Hatta, waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam WIB. Benar-benar perjalanan yang cukup melelahkan....

Tangsel, Senin, 11 Juni 2012

Saturday, June 09, 2012

Vaalserberg, perbatasan tiga negara....

Mr. Evekink memenuhi janjinya sore ini. Pukul 6 sore ia telah tiba di depan hotel. Demikian pula dengan bus pengantar. Segera kami meluncur ke sebuah restoran china yang bertema "makan sepuasnya alias all you can eat". Restoran ini bernama Wokgroep, yang entah berada di jalan apa. Jujur aku nggak perhatikan sama sekali area tersebut karena fokus pada menu makan malam hehehhe.
Restoran tersebut menyajikan bahan makanan. Dari salad, daging, sayuran, seafood, nasi, bihun, kue, es krim, dan sebagainya. Pengunjung dipersilakan mengambil sendiri bahan makanan yang tersedia di beberapa etalase. Bebas! Sepanjang anda mampu memakannya. Setelah itu, bahan masakan tinggal diserahkan ke para koki di area masak untuk diolah. Dengan cekatan para koki yang terlihat asli china dari raut wajahnya mengolah bahan makanan tersebut sesuai selera pengunjung. Ada beberapa jenis olahan yang dapat mereka lakukan sesuai dengan tulisan besar di dinding belakang mereka.
Kuikuti antrean yang ada. Tak lama kedua piring bahan makanan yang ada di tanganku berpindah tangan ke para koki. Tidak sampai 5 menit, sajian sesuai pesanan telah terhidang di depan ku. Segera aku menuju meja makan di mana teman-temanku berada. Kami memesan deratan meja panjang pada salah satu ruang restoran. Jumlah kami adalah 21 orang, termasuk Mr. Evekink.
Dengan lahap kusantap habis hidangan yang ada di dua piring yang kubawa. Caraku makan persis seperti orang kelaparan. Maklum, setelah hampir seminggu di Maastricht baru kali ini aku memakan masakan yang bercita rasa asia!
Hampir satu jam kami menghabiskan waktu untuk menyantap berbagai hidangan yang ada. Beberapa teman telah mulai meninggalkan meja hidangan. Mr. Evekink pun memberi aba-aba agar kami segera keluar restoran dan menuju bus kembali. Masih ada target perjalanan yang harus dipenuhi sore itu, yaitu Vaalserberg. Titik perbatasan tiga negara: Belanda, Belgia, dan Jerman.

Perjalanan menuju Vaalserberg sekitar 30 menit. Sepanjang perjalanan menuju lokasi tersebut, kami disuguhi pemandangan natural ala "desa" lokal. Bangunan yang rata-rata hampir sama berjejer rapi di pinggir jalan. Beberapa ranch dengan sapi-sapi ternak di ladang menjadi pemanis pemandangan yang kami lalui. Sungguh indah pemandangan alam tersebut. Semua area ini masih berada dalam wilayah provinsi Limburg. Provinsi ini adalah satu-satunya wilayah negeri kincir angin yang berada di atas permukaan laut. Selebihnya berada di bawah permukaan laut!

Saat tiba di Vaalserberg, pintu bus terbuka. Teman-teman segera berhamburan keluar bus. Aku masih dapat mendengar Mr. Evekink mengingatkan bahwa kami hanya diberi waktu 20 menit saja untuk mengambil gambar sebelum aku ikut keluar bus.
Tanpa dikomando, kami langsung menuju satu titik yaitu tugu perbatasan. Sesaat kemudian kami foto bersama. Setelah sesi foto bersama selesai, anggota grup kami sontak berhamburan ke berbagai spot yang menarik sebagai objek foto. Tentu saja aku juga tidak mau ketinggalan!

Saat perjalanan kembali ke Maastricht bus menyempatkan berhenti sejenak di depan gerbang Taman Makan Pahlawan perang dunia kedua. Sayang pintu makan sudah ditutup. Kami hanya bisa berfoto di depan pintu gerbang saja. Taman makan tersebut merupakan penghormatan rakyat Belanda atas gugurnya para pahlawan yang berasal dari Belanda dan Amerika di medan perang di wilayah Limburg.
Beberapa menit kemudian bus tiba kembali di samping hotel. Acara kami hari ini pun selesai sudah! Besok pagi kami harus meninggalkan kota Maastricht nan indah dan bersejarah (tempat disepakatinya penggunaan mata uang bersama eropa atau disebut mata uang euro) menuju Bandara Schipol di Amsterdam. Ya kami harus kembali lagi ke Jakarta!

Randwyck, Maastricht, 8 Juni 2012, 23.19


Friday, June 08, 2012

The last day in Maastricht....

Ini adalah hari terakhir kami mengikuti pelatihan tentang Change Management khusus bagi Change Agent di kota nan apik ini. Besok pagi, Insya Allah kami akan meninggalkan kota kecil ini pada pukul 9 pagi dan menuju bandara Schipol di Amsterdam yang jarak tempuhnya sekitar hampir 3 jam. Kami masih akan memiliki beberapa jam di bandara Schipol sebelum pesawat Emirates membawa kami kembali ke Jakarta melalui Dubai, Uni Emrirat Arab.

Hari ini materi pelatihan masih akan dibawakan oleh Prof. Leo Karklaan sebagaimana hari kemarin. Materi yang diberikan kemarin sangat menarik. Bila di hari senin dan selasa, kami diberikan penjelasan tentang change management dari sisi psokologi (karena sang profesor berlatar belakang seorang psikolog), hari kamis kemarin kami diberikan penjelasan tentang perubahan organsasi dari sudut pandang manajemen dan pengalaman sang profesor sebagai konsultan perubahan organisasi. Hanya saja, dengan penyampaian yang sangat lembut, membuat para peserta yang awalnya sangat antusias menjadi mengantuk pada siang hari karena terpengaruh oleh pembawa lembut sang profesor. Terlebih lagi, beberapa materi yang diberikan mengandung banyak teori yang membuat peserta semakin pening.

Gaya Profesor Karklaan menjelaskan berbagai pengalamannya memang sungguh luar biasa. Ia dapat menjelaskan berbagai jenis perubahan yang terjadi di beberapa organisasi yang pernah ia tangani. Ia bahkan cukup familiar dengan beberapa istilah yang ada di Indonesia, khususnya soal makanan. Dengan fasih ia bisa menyebut beberapa jenis makanan khas Indonesia, seperti: soto ayam, nasi goreng spesial, sate kambing, dan sebagainya. Maklum, baru tahun lalu ia ke Indonesia membantu rekan-rekan BPK-RI dalam hal perubahan organisasi juga. Selain itu, ia sering berkunjung ke sebuah restoran yang menyajikan makanan khas Indonesia di Amsterdam, tempat ia tinggal.
Semoga saja materi hari ini sangat lebih membantu kami sebagai agen perubahan tentang langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan oleh kami untuk membantu kelancaran proses perubahan yang sedang berlangsung di organisasi kami.
Oya, sore nanti menurut rencana kami akan diundang makan malam bersama oleh pihak penyelenggara dan setelahnya kami akan disediakan bus menuju kota kecil Vaalserberg yang merupakan letak perbatasan tiga negara (Belanda, Jerman, dan Belgia).


Randwyck Maastricht, Jumat 8 Juni 2012, 06:45



Thursday, June 07, 2012

Hari ke-5 di Maastricht....

Hari ini adalah hari kelima kami berada di kota bersejarah Maastrich, Belanda. Cuaca pagi ini sedikit mendung dan hujan rintik-rintik menambah dingin suhu di luar ruangan. Sejak pukul 9 kurang sebuah bus telah berada di sisi jalan di depan hotel tempat kami menginap. Ya, hari ini jadwal pelatihan kami adalah berkunjung ke dua lokasi berbeda, yaitu Kantor Gubernur Limburg (note Maastricht adalah bagian dari wilayah provinsi Limburg) dan Sabic, sebuah perusahaan raksasa milik Saudi Arabia yang bergerak di bidang petrokimia dan lain-lain. Kedua lokasi kunjungan tersebut berada di kota Maastricht.
Beberapa rekan telah memasuki bus sementara aku masih menikmati kudapan roti sebagai sarapan pagi ini sebagaimana pagi-pagi sebelumnya. Belum selesai aku menyantap roti dan menyeruput teh manis hangat, seorang kawanku datang dan memberi isyarat bahwa bus segera berangkat. Aku bergegas menghabiskan makanan yang ada di piringku.
Bus yang membawa kami terbilang sangat besar dibandingkan dengan jumlah kami yang cuma 20 orang plus seorang pria yang mewakili Maastrichth School of Management (MSM). Apalagi jarak yang kami tempuh terbilang sangat dekat. Tak lebih dari sepuluh menit, kami telah tiba di lokasi tujuan. Setelah semua rombongan turun dari bus, seperti biasa, kami mengabadikan kunjugan kami tersebut dengan foto bersama di depan gedung Gubernur Limburg.

Sebelum pemberian materi oleh seorang konsultan manajemen Gubernur, kami diajak berkeliling menikmati berbagai sudut ruang yang ada di dalam gedung dengan dipandu oleh seorang human relation yang sangat ramah. Panggilannya Ria! Dari raut wajahnya usianya kuperkirakan sekitar 48 tahun. Who knows....karena sebagaimana budaya barat, mereka pantang menyebut atau ditanya tentang berapa usia mereka.
Kami sangat menikmati tour yang disajikan. Kabarnya tidak sembarang orang diperkenankan untuk berkeliling ke berbagai ruang. Sekiranya hal itu benar, kami sungguh beruntung! Karena di sana memang banyak sekali benda koleksi bersejarah kota ini, seperti lukisan asli keluarga kerajaan, lukisan asli dan salinan para pendiri kota, lukisan kisah sejarah kota, patung-patung perunggu, dan sebagainya dari karya seorang pelukis dan pematung terkenal.

Selesai berkeliling kami kemudian di tempatkan pada sebuah ruang meeting yang terbilang sempit untuk sebuah rombongan yang beranggotakan 20 orang. Di ruang itu, kami mendapat penjelasan mengenai berbagai hal tentang Nederland dan Maastrich. Khusus terkait kunjungan kami, sang konsultan pemerintah provinsi menjelaskan mengenai perubahan-perubahan perilaku organisasi yang senantiasa mereka lakukan di lingkungan pemerintahan provinsi Limburg. Memang tidak tepat benar bila dikaitkan dengan rencana perubahan organisasi yang akan kami lakukan pada organisasi kami. Namun paling tidak, kami mendapat berbagai tips tentang apa yang mereka lakukan dalam menyikapi perilaku anggota organisasi yang enggan untuk mengikuti perubahan. Sayangnya, saat topik mulai "menghangat', kami harus segera mengakhiri kunjungan tersebut dan kembali menuju hotel untuk istirahat makan siang. Kunjungan berikutnya baru akan dilakukan sore hari.

Sekembali ke hotel, kami segera menuju kantin University of Maastrich (UM) yang lokasinya tidak jauh dari hotel kami dan gedung MSM untuk santap siang. Kantin tersebur sangat besar. Perkiraanku bisa menampung lebih dari 200 orang. Selain itu kantin ini juga sangat , rapi, dan bersih. Setiap selesai makan, secara otomatis semua mahasiswa akan membuang sampah pada tempat yang telah tersedia. Sampah kertas  dan sejenisnya dibedakan dengan sampah jenis plastik. Setelah itu, piring dan nampan cukup diletakkan pada sebuah meja panjang berbahan stainless steel yang memiliki "roda berjalan". Nampan dan piring yang diletakkan di atasnya akan secara otomatis "berjalan" menuju sebuah ruang yang menurut perkiraanku adalah dapur atau tempat mencuci piring. Mirip eskalator horizontal.
Saat kami masuk, ruangan telah dipenuhi oleh mahasiswa yang juga sedang menikmati makan siang.Dan seperti dua hari lalu, kami kebingungan untuk memilih menu makan siang. Semua yang disajikan adalah roti (burger, sandwich, dan sebangsanya), kebab, salad, kentang goreng, makaroni, dsb. Sungguh menu yang sulit kami pilih. Saat itu juga kami merindukan kantin di Indonesia yang menawarkan menu: bakso, mie ayam, berbagai jenis soto, masakan ala warteg atau padang, gado-gado, sate, dsb.... huks!
Aku hanya mengambil kebab sebagai santapanku siang ini dan sebotol Lipton Ice Tea. Rasanya? Hmm.....jelas sangat jauh berbeda dengan kebab yang dijual di emperan sebuah minimarket! Hanya ukurannya saja yang sangat jumbo dibandingkan dengan kabab yang paling jumbo sekalipun yang ditawarkan di Indonesia!
Selesai makan siang, aku dan teman sekamarku menyempatkan diri untuk melihat-lihat student store yang letaknya berada di depan kantin.

Menjelang pukul 3 kami telah siap kembali di depan hotel. Tak lama kemudian, kami memasuki bus yang memang sudah ready di depan hotel dan bus pun segera meluncur. Kali ini perjalanan memakan waktu sedikit lebih lama karena lokasi yang kami kunjungi berada di pinggir kota Maastricht. Butuh hampir 25 menit untuk menuju sebuah kawasan perkantoran. Di kawasan tersebut berdiri sebuah gedung dengan arsitektural yang sangat futuristik. Gedung milik perusahaan Sabic.
Selama di dalam gedung kami tidak diperkanankan menggunakan kamera. Karenanya kami hanya bisa mengabadikan momen kunjungan tersebut di luar gedung saja. Dan saat kami masuk, suasana kantor terasa tidak biasa. Ada yang ganjil di sana. Ruangan sangat terbuka dan hening. Kami pun diingatkan untuk tidak banyak bercakap-cakap di sana.

Pertanyaan dalam benakku tentang hal ini terjawab saat dua orang manajer perusahaan menjelaskan tentang proses bisnis perusahaan tersebut dan perilaku organisasi yang dilakukan di lingkungan kantor. Mereka menyebutnya dengan Open Office. Setiap pegawai tidak memiliki ruang khusus. Semua pegawai dapat bekerja di mana saja di ruang-ruang kerja terbuka yang ada. Bila pun ada ruang kerja yang berada dalam sebuah ruangan, maka dinding ruang kerja tersebut terbuat dari kaca sehingga siapapun dapat melihat. Ruang kerja di tata apik. Tidak boleh ada pegawai yang makan atau minum selama bekerja. Semuanya demi menjaga higienitas ruangan. Pekerja hanya bisa menikmati makan siang atau snack pada jam-jam tertentu dan pada ruang lokasi tertentu.
Sebagian besar meja kerja dilengkapi dengan komputer. Pada pegawai juga bisa menggunakan telepon lokal ruang yang bisa diambil setiap saat dan harus mengembalikan pada tempat semula saat tidak memerlukannya lagi. Pokoknya, semuanya serba hi-tech!
Meski waktu kunjungan kami sangat singkat namun kami masih sempat berkeliling gedung meski hanya sampai lantai dua dari 6 lantai yang ada. Itupun tidak sampai seperempat luas lantai yang dapat kami kunjungi. Oya, Sabic juga menerapkan sistem "paper independent" untuk menggambarkan bahwa yang ada di atas meja kerja hanyanlah laptop atau komputer. Tidak ada berkas. Semuanya serba online. Bilapun harus menge-print, maka mereka tinggal memerintahkan komputer untuk menge-print pada lokasi mesin printer terdekat. Pegawaipun harus berjalan menuju ruang mesin printer yang kadan agak cukup jauh. Dengan kondisi ini, setiap pegawai akhirnya akan bekerja secara teliti agar tidak bolak-balik menuju ruang printer hanya karena ada kesalahan dalam tulisan. Sungguh pengalaman yang luar biasa menginspirasi!

Menjelang pukul 6 kami telah berada kembali di hotel. Kali ini kami tidak bisa bepergiaan jauh karena sempitnya waktu. Akhirnya, aku dan 3 orang temanku memutuskan untuk sekedar berjalan-jalan di pusat kota sambil mencari tempat untuk makan malam. Tempat yang kami tuju adalah daerah Market yang memang menjadi pusat perbelanjaan di kota Maastricht. Sayangnya semua toko, kecuali beberapa toko yang menjual makanan, telah tutup sejak pukul 6 sore.

Maastricht, Kamis, 7 Juni 2012, 08:10

Wednesday, June 06, 2012

Liege, Belgia

Sejak dua hari lalu, aku sering mendengar cerita teman-teman yang telah lebih dahulu melancong ke Liege, sebuah kota kecil di Belgia yang berada di sebelah Selatan kota Maastricht tempat kami tinggal selama pelatihan. Aku dan beberapa temanku memang baru merencanakan kepergian ke sana pada hari Selasa. Sedangkan Senin kemarin kami gunakan untuk memburu souvenir yang ada di pusat kota Maastricht. Maklum, bila bepergian seperti ini, selalu saja banyak pihak yang memesan untuk dibawakan cinderamata. Kalau dihitung-hitung, uang saku yang diberikan selama pelatihan nggak akan cukup bila digunakan untuk membeli berbagai souvenir sesuai permintaan banyak teman. Huks.
Hari ini, Selasa, adalah hari kedua kami mendengarkan materi yang disampaikan oleh Prof. Heling, seorang profesor psikologi yang membidangi "perubahan organisasi" pada Maastricht School of Management (MSM). Materi kedua hari ini tidak kalah menarik dengan hari pertama kemarin. Prof. Heling dengan lugas menggambarkan betapa perubahan perilaku individu dalam organisasi sangat beragam pada saat organisasi tersebut "harus" mengubah dirinya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Secara teori, perubahan organisasi memang bisa disebabkan karena keinginan sendiri dari organisasi tersebut (evoked change) atau memang dilakukan dengan "paksaan" atau disebut dengan imposed change.
Dan materi yang dibahas oleh Prof. Heling adalah perubahan pada kondisi yang dipaksakan. Tentu saja respon individu akan beragam. Nah, sebagai bagian dari pegawai yang ditunjuk sebagai Change Agent, kami mendapat gambaran tentang banyak hal yang pernah dihadapi Prof Heling saat membantu beberapa organisasi dalam fase perubahannya. Materi yang sangat menarik dan menantang!
Siang ini kami agak bersyukur mendapat makan siang yang disediakan di hotel NH oleh pihak penyelenggara. Mereka mentraktir kami hari ini. Sajian menu pun disesuaikan dengan selera orang Timur. Meski tidak senikmat di Indonesia, siang itu kami disajikan nasi goreng entah ala mana yang dihindangkan bersama sate daging sapi yang ukurannya menakjubkan. Selain menu tersebut, tentu saja selalu ada roti sebagai hidangan lainnya.

Pelatihan kami berakhir pada pukul 16.00. Setelah berterima kasih dengan sang Profesor, kami segera kembali menuju hotel yang berada tak jauh dari hotel NH dengan berjalan kaki. Sore ini, sesuai rencana, aku dan beberapa teman merencanakan berkunjung ke Liege, Belgia untuk mengetahui seperti apakah kondisi kota tersebut. Itung-itung untuk menambah wawasan tentang kondisi kota di negara lain.
Liege berada sekitar 30km arah Barat Daya kota Maastricht. Kami cukup menggunakan kereta api sebagai moda transportasi.
Setelah sholat dan berganti pakaian, kami langsung menuju halaman depan di luar lobi hotel untuk menunggu rekan yang lain. Beberapa orang sudah nampak standby di halaman lobi tersebut. Saat kutanya, ternyata ada yang akan mengunjungi kota Eindhoven.
Setelah rombongan lengkap, kami berdelapan orang segera meninggalkan halaman hotel untuk menuju stasiun kereta terdekat yaitu Maastricht Randwyck yang berjarak sekitar 200m dari hotel. Rombongan lainnya yang akan menuju Eindhoven masih menunggu kelengkapan anggota grup.
Saat akan membeli karcis, kami kesulitan untuk menggunakan mesin karcis. Ya di seluruh stasiun kecil, pembelian tiket hanya dilayani oleh mesin. Itu pun hanya uang logam yang dapat digunakan.
Dari Randwyck sebenarnya kami bisa langsung ke Liege. Namun karena kami harus membeli tiket pulang pergi (one day return ticket), terpaksa kami harus menuju stasiun utama Maastricht untuk membeli tiket tersebut. Di stasiun ini kami bisa dilayani oleh petugas penjual tiket.

Sore itu, tarif menuju stasiun Maastricht sebesar 1,2 euro. Entah mengapa ada tulisan korting 40% tertera di karcis. Biasanya tarif yang dibayar adalah 1,8 euro. Sedangkan karcis yang kami bayar untuk tujuan Liege lebih mahal dari yang tercantum di atas karcis. Angka yang tertera di karcis 9,6 euro persis yang dibayar oleh kawan-kawan kami sebelumnya. Tetapi sore itu kami membayar 11,5 euro! Entah kenapa bisa begitu, kami tidak tahu. Di sini kendala bahasa menjadi faktor utama. Masyarakat setempat lebih senang menggunakan "bahasa daerahnya" daripada bahasa Inggris. Bahkan banyak dari petugas yang tidak mahir dalam berbahasa Inggris. Tidak hanya itu. Hampir sebagian besar informasi-informasi di tempat-tempat umum menggunakan bahasa Belanda! Menyebalkan!!

Selesai membayar tiket, kami segera berlari ke jalur kereta yang akan menuju Liege. Waktu kami cuma tinggal 4 menit. Bila tertinggal, kami harus menunggu 30 menit lagi. Alhamdulillah setelah berlari kecil menaiki dan menuruni anak tangga, kami masih bisa menaiki kereta tua yang sudah nangkring di jalur 5A. Dan tak lama kemudian, kereta pun bergerak menuju Liege melalui beberapa stasiun kecil (termasuk Randwyck tempat kami tinggal).
Perjalanan menuju Leige hanya sekitar 30 menit. Saat memasuki stasiun Liege kami disuguhkan oleh pemandangan lengkungan-lengkungan besar baja pada bagian atap stasiun. Susunannya begitu indah. Menakjubkan! Sebuah kota kecil di Tenggara Belgia memiliki bentuk stasiun yang begitu megah.
Sesuai arahan teman kami yang sebelumnya sudah ke kota ini, kami tidak bisa berlama-lama mengagumi keindahan bangunan stasiun tersebut. Kami segera menaiki ekskalator menuju lantai dasar. Di sana tersedia beberapa ruas toko dalam bungkusan kaca yang menjajakan beberapa barang. Sayang, toko yang khusus menjual souvenir sudah tutup. Kami pun hanya bisa membeli coklat belgia di toko lain yang masih buka.

Segera kami bergegas ke luar stasiun untuk menaiki bus menuju balai kota yang katanya memiliki bangunan tua yang indah. Dan setelah mengabadikan beberapa momen di halaman stasiun kami segera membeli tiket bus yang berada sisi jalan tak jauh dari halaman stasiun. Kami membeli tiket untuk bus nomor 4. Entah ke jurusan mana. Yang pasti bus tersebut akan melewati balai kota dan kami akan turun di sana. Oya, tiket bus di Liege berlaku untuk selama satu hari namun untuk nomor bus yang sama.

Bus mengantar kami ke balai kota yang waktu tempuhnya hanya sekitar 10 menit. Di pinggir sebuah lapangan yang tidak terlalu luas berdiri bangunan-bangunan tua nan megah. Itulah lokasi balai kota berada.
Segera kami mengabadikan beberapa momen kembali di sana melalui jepretan kamera. Setelah itu, kami menuju toko halal Kebab2go yang berada tak jauh dari lapangan tersebut untuk santap sore sebelum akhirnya kami harus kembali menuju stasiun dengan menggunakan bus dengan nomer yang sama.
Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah dua jam kami berada di kota kecil tersebut. Kami harus segera menuju stasiun agar tak tertinggal oleh kereta terakhir menuju Maastrich. Jam di tangan menunjukkan pukul 21 namun langit di atas kota itu  masih terang benderang, layaknya pukul 4 sore bila di Indonesia.
Menjelang pukul 10 malam kami pun telah kembali di hotel tempat kami tinggal, Aparthotel Randwyck.

Randwyck Maastricht, Rabu, 6 Juni 2012

Tuesday, June 05, 2012

Maastricht, kota kecil nan Indah....

Sudah tiga hari aku berada di kota kecil Maastricht bersama rombongan. Hari ini (Senin, 5 Juni 2012) adalah hari pertama kami menerima pelajaran dalam sebuah shortcourse tentang Change Management di Maastricht School of Management untuk satu minggu ini. Materi hari pertama ini cukup menarik meskipun masih dalam fase pendahuluan. Semoga hari-hari berikutnya pun materi yang diberikan semakin menarik dan menantang....
Karena keberadaan kami di kota ini sangat terbatas, maka setiap waktu yang ada selalu kami gunakan semaksimal mungkin. Bila kemarin kami mencoba meng-eksplor beberapa sudut kota sekaligus hunting souvenir....maka sore hari ini selepas kursus, kami pun segera ber-eksplor ria kembali. Maklum toko-toko  hanya buka hingga jam 6 sore saja. Kecuali di hari kamis, jam buka hingga pukul 9 malam. Khusus hari minggu, mereka hanya buka di minggu pertama dalam suatu bulan. Itupun hanya buka dari jam 12 hingga jam 6 sore!
Kota kecil dengan bangunan-bangunan bergaya eropa kuno memang selalu menarik untuk dipandang dan juga diabadikan dalam frame kamera. Karenanya kemana pun aku pergi, jinjinganku adalah sebuah tas punggung berisi kamera dan perlengkapan lainnya. Selain itu, aku juga selalu membawa tas berisi tripod.
Di bawah ini adalah foto-foto beberapa sudut kota Maastricht yang sebisanya aku jepret.






Sunday, June 03, 2012

Akhirnya menginjakkan kaki di negeri penjajah....

Badan terasa pegal luar biasa. Dan rasa kecewa pun sempat menghampiri saat rombongan (20 orang) turun dari bus yang membawa kami dari bandara Schipol Amsterdam menuju Maastricht, sebuah kota kecil di sebelah tenggara negeri kincir angin. Aku tak mengira kalau kami di tempatkan di sebuah hotel (Apart Hotel Randwyck) yang jauh dari keramaian. Namun kegundahan tersebut seketika sirna saat rekan-rekan ku lainnya mengingatkan bahwa kehadiran kami di kota ini memang bukan untuk vakansi melainkan untuk menimba ilmu. Hehehehehe......aku pun tersipu malu... Yup, kami datang ke sini memang untuk menimba ilmu, bukan untuk berlibur!!

Waktu tempuh bandara Schipol menuju Maastrich lebih dari 2 jam. Jalan yang dilalui seluruhnya adalah highway...! Sebelumnya kami harus menempuh penerbangan selama 16 jam dengan Emirates dari Jakarta. Sempat transit di Dubai selama 3 jam. Itu berarti total perjalanan yang perlu kami tempuh untuk menuju kota kecil nan asri ini adalah 21 jam!!! What a very long journey...

Meski lelah, semangat kami untuk langsung keliling kota kecil ini begitu besar. Kami penasaran dengan isi kota ini. Maka, setelah check in, mandi, dan mengganti pakaian, aku pun bergegas menuju lobi hotel untuk bergabung bersama rekan lain.
Beberapa orang bersemangat untuk tour kecil menuju pusat kota. Beberapa kawan lainnya lebih memilik istirahat untuk memulihkan tenaga akibat perjalanan yang sangat jauh tersebut.
Aku dan teman sekamarku, Sandri, dengan sigap memotret semua view yang menarik untuk diabadikan.
Sore itu, dengan menumpang bus umum bertarif 2 euro per orang kami pun menuju pusat kota. Jarum jam di tangan mengarah pada angka 6. Meski telah sore menurut jam Indonesia namun langit di Maastricht masih terang benderang. Ya, bulan Juni ini, malam di eropa memang sedang pendek. Langit gelap datang pukul 10 malam, dan fajar pagi telah terbit kembali pukul 5 pagi.
Sore itu kami menghabiskan waktu untuk makan malam di sebuah restoran pinggir jalan di pusat kota: Lezzet Gril, sebuah restoran yang menyajikan makanan khas Turki.