Tuesday, September 23, 2014

Sidoarjo: LDP dan Hotel Utami

Ini kisah minggu lalu yang tidak sempat saya tulis.
Kenapa nggak bisa ditulis? Pertama, akses internet di hotel tempatku menginap nggak asik banget. Kedua, penyakit lazim yaitu malas!
Minggu lalu aku mendapat penugasan kembali untuk memberikan materi pada sebuah pelatihan. Kali ini sasarannya adalah rekan-rekan dari Ditjen Pajak di lingkungan Kanwil Jawa Timur II.
Pelatihan yang bertajuk Leadership Develpoment Progam (LDP) ini adalah pelatihan ke-4 yang aku kunjungi. Daerah sebelumnya adalah Medan, Bandung, dan Pekanbaru.
Pemateri memang bukan aku seorang diri. Banyak pemateri yang handal yang dimiliki oleh unit tempatku bekerja.
Di pelatihan kali ini pun aku tidak seorang diri. Selain didampingi oleh seorang asisten (rekan kerja), aku sebenarnya hanya mendampingi atasanku yang memberikan materi pada hari pertama. Hari kedua dan ketiga sepenuhnya aku yang mengisinya.

Pelatihan tersebut berjalan lancar. Pesimisme yang awalnya ada di sebagian diri peserta berubah menjadi sebuah optimisme. Wajah yang semula terlihat enggan, berakhir dengan wajah bersemangat nan ceria.
Puas rasanya bisa memberikan sharing pengalaman dan pengetahuan bersama mereka!

Selama Sidoarjo aku menginap di sebuah hotel yang berjarak kurang lebih 1 km dari lokasi pelatihan. Nama hotel itu adalah Hotel Utami.
Saat melihat struktur bangunan yang besar dan kokoh aku tersenyum lega karena aku pikir akan bisa menikmati suasana istirahat yang nyaman. Apalagi setelah mengetahui rate kamar yang terbilang cukup mahal.

Sayangnya, apa yang kupikirkan tidak terjadi sama sekali. Suasana hotel tidak sesuai dengan yang kubayangkan. Saat memasuki kamar kelas eksekutif, pencahayaan kamar kurang. Kesan redup di dalam kamar nampak terasa. Saat ku buka gorden jendela, yang nampak adalah tembok! Tak ada pemandangan sama sekali!
Aku semakin kecewa ketika akhirnya mengetahui bahwa di ruangan itu sinyal hape sangat lemah. Bahkan kadang cenderung timbul tenggelam!

Aku segera menuju lobbi. Kutanyakan kepada petugas di sana apakah ada wifi di dalam kamar. Kupikir kalau ada wifi, hape ku akan tetap dapat difungsikan.
Jawaban petugas resepsionis membuatku semakin kecewa. Mereka mengatakan bahwa wifi hanya ada di sekitar lobi!
Huff..... di era digital seperti ini ternyata masih ada hotel yang tidak memiliki wifi di kamar pengunjung! Menyedihkan!
Hotel ini kalah dengan hotel di Singkawang, Kalimantan Barat, gerutuku!
Singkawang yang hanya sebuah kota kecil dan berada di ujung barat Kalimantan Barat saja masih mampu menyediakan wifi di kamar. Kok ini sebuah hotel yang dekat dengan bandara Juanda malah nggak punya wifi??!!!

Tiga malam berada di hotel tersebut benar-benar membuat mood ku hilang. Tak ada gairah sama sekali.
Bila malam datang, waktu kuhabiskan dengan membuka laptop di area restoran yang berdekatan dengan lobi hotel sambil menyantap menu makanan yang seadanya.
Ingin keluar hotel, percuma! Tak ada tempat makan representatif yang ada di dekat hotel. Lokasinya benar-benar tidak strategis bila kita ingin menikmati malam dengan berjalan kaki di sekitar hotel!

Wednesday, September 10, 2014

Singkawang, Singgah Kawin Pulang..... ^^

Saat aku ditawari memberikan materi In-House Training (IHT) untuk teman-teman di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Singkawang hatiku langsung ke pincut. Aku segera melihat jadwal kegiatanku di kantor pada minggu kedua. Alhamdulillah, kegiatanku di minggu itu bisa di handle oleh kawan-kawan di kantorku. Jadilah aku segera mengiyakan tentang tawaran tersebut. Tentu saja dengan catatan: diizinkan oleh pimpinanku!
Kata Singkawang adalah sebuah kata yang tidak asing bagiku. Sering sekali mendengarnya tapi belum sekalipun aku kunjungi. Dalam benakku kota ini terkenal dengan "ke-cainis-an" nya. Seolah-olah, Singkawang identik dengan keturunan Tiongkok. Ternyata aku keliru! Karena faktanya, di kota ini ada 3 suku mayoritas yang bermukim, yaitu Tiongkok, Dayak, dan Melayu! Sisanya adalah pendatang yang umumnya adalah suku Jawa.

Perjalanan dari Pontianak ke Singkawang dilakukan via darat. Aku dan kedua teman dari Ditjen Kekayaan Negara dijemput oleh 3 orang rekan dari KPKNL Singkawang. Pertanyaan pertama yang langsung kami ajukan adalah "berapa lama menuju Singkawang?" Sebuah pertanyaan standar bagi mereka yang belum pernah melakukannya.Salah seorang penjemput menjawab bahwa perjalanan yang ditempuh akan memakan waktu sekitar 3-4 jam. Tergantung kecepatan mobil yang dibawa.

Jalan menuju Singkawang, kota yang berada di Barat Laut Pontianak, lumayan bagus menurutku. Jalanan aspal sangat mulus meski kadang bergelombang.
Kami sempat makan siang di Mempawah, kota kecil yang berada di tengah-tengah antara Pontianak - Singkawang.

Saat tiba di Singkawang, tidak ada keramaian yang nampak di sisi kiri dan kanan jalan. Seperti yang kuduga, kota ini sangat kecil. Bila dibandingkan dengan kota di pulau Jawa, maka kota ini mungkin setara dengan sebuah kecamatan!
Inilah Indonesiaku....meski kota ini terkenal dan sudah berusia lama namun pembangunan tetap saja tidak tersentuh oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kesenjangan pembangunan antara pulau Jawa dengan pulau luar Jawa sangat kentara!
Aku jadi teringat kota Sumbawa di Nusa Tenggara yang aku kunjungi tahun lalu. Nah, kurang lebih tingkat keramaiannya hampir sama.

Kota tua ini memang meninggalkan beberapa bangunan-bangunan tua ala Tiongkok di beberapa sudut kota. Meski mayoritas penduduk adalah keturuan Tionghoa namun bangunan masjid yang cukup besar juga ada di sini. Itu karena penduduk lain yang juga mayoritas bermukim di sini adalah suku Melayu.

Kota ini terlihat sangat tenang. Temanku yang sudah cukup lama penempatan tugas di sini memang mengatakan bahwa kota Singkawang termasuk kota yang sangat aman. Hampir tidak pernah ada kerusuhan di kota ini. Bahkan premanisme pun hampir tidak ada. Mereka jarang mendengar adanya tindakan kriminal di kota ini.
Saat singgah di beberapa tempat, aku bisa merasakan suasana tersebut. Meski banyak sekali orang yang nongkrong di tepi jalan untuk ber-kongkow sambil menikmati beberapa jenis minuman ringan, mereka seperti acuh dengan keadaan di sekelilingnya. Tatapan mereka sama sekali tidak memancarkan tatapan kecurigaan pada setiap orang yang datang. Bahkan di setiap tempat makan yang kami kunjungi, layanan yang diberikan sangat ramah.Sungguh mengesankan!
Di depan Klenteng, bersama teman2 KPKNL Singkawang

Di sebuah pantai di Singkawang

Selama di Singkawang, kami menginap di sebuah hotel yang cukup besar dan nyaman. Hotel Dangau namanya. Sebuah hotel yang cukup luas. Memiliki beberapa fasilitas diantaranya kolam renang dengan papan perosotan melingkar menghiasi di bagian tengah. Kamarnya pun cukup besar dan bersih. Fasilitas lainnya berupa tempat karaoke, bilyar, dan sebagainya tidak sempat aku hampiri.

Ada jenis ikan yang baru pertama kali aku dengar dan aku santap saat kami makan malam di sebuah rumah makan sederhana yang menjual ikan bakar, yaitu Ikan Singapur! Dagingnya sangat lembut dan gurih. Namun kita harus berhati-hati saat mengambil dagingnya dengan tangan. Duri besar yang cukup tajam bisa menusuk jari kita bila kita terlalu bersemangat mengambil daging tersebut.

Tentang kata Singkawang sendiri seorang temanku dari KPKNL mengatakan singkawang adalah singkatan dari Singgah Kawin dan Pulang! hahahhaa... Entah apa maksud dari kata tersebut....
Sekitar 40 kilometer dari kota ini ada sebuah kota kecil lainnya yaitu Sintete. Ada kantor bea cukai di sana. Sang kepala kantor yang sempat menemani kami makan malam mengatakan Sintete adalah singkatan dari Singgah Terus Termenung......! Kalau kata yang ini maksudnya adalah kota yang cocok untuk termenung  karena lokasinya yang cukup terpencil dan relatif sepi.
Salah sebuah karya pegawai KPKNL Singkawang dalam IHT