Tuesday, January 31, 2012

Puisi Putra Negeri

(Sebuah puisi bagi panutan kami, bapak Chaizi Nasucha yang mengakhiri masa bhakti)

Hari berlalu bersama bulan.
Bulan berlalu bersama tahun.
Tahun pun berlalu bersama masa.
Seorang putra negeri hadir
Tuk mengisi bhakti bagi negeri ini
Seorang putra negeri pergi
Tuk mengisi hari bersama keluarga

Bapak panutan karya, hari ini kau mengakhiri dharma bhaktimu pada negeri ini setelah kau berpeluh menumpahkan tenaga dan pikiranmu bagi kami anak-anakmu
Tak kuasa kami menahanmu karena tak ada daya pada diri kami
Hanya bhakti dan karyamu yang mampu menumbuhkan etos pada diri kami
Setiap pesan dan petuahmu kan kami jaga selalu
Setiap langkah dan darma mu kan menjadi pelita bagi kami anak-anakmu

Selamat jalan wahai bapak panutan kami...
Selamat berkumpul bersama keluarga tuk mengisi hari-hari ceriamu...
Langkahmu di medan berbeda telah di nanti banyak massa...
Doakan kami mampu menjelma seperti dirimu nan perkasa...

(Dari anak-anakmu di Puspa, 31 Januari 2012)

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tuesday, January 24, 2012

BERKUNJUNG KE "PINTU LANGIT"

Banyak dari kita yang belum mengenal Kota Zhanjiajie, Provinsi Hunan, Cina. Ternyata di kota ini menyimpan suatu panorama alam yang sangat menakjubkan yang bernama 'Heaven Door' atau bisa disebut sebagai 'Pintu Langit'. 


Objek wisata ini merupakan sebuah lubang raksasa di atas puncak pegunungan Tianmen. Kawasan yang dibuka pada tahun 2001 ini, kini mulai dibuka untuk wisatawan asing, khususnya untuk Asia termasuk di dalamnya Indonesia.

Untuk menuju lokasi tersebut dapat menggunakan kereta gantung dengan rel menanjak sejauh 7,3 kilometer yang ditempuh sekitar setengah jam perjalanan.

Pintu Langit yang berupa sebuah lubang lonjong mengarah ke atas, dengan ukuran tinggi 131,5 meter, lebar 57 meter dan kedalaman mencapai 60 meter. Mulut pintu ini menembus puncak gunung, sehingga nampak seperti lubang raksasa yang indah.

Di perjalanan para wisatawan akan melewati deretan pegunungan yang bersalju pada musim dingin namun sebelumnya, akan melewati perkampungan penduduk dengan hamparan sawah dan kebun yang begitu luas.













Lubang Pintu Langit itu juga bisa dicapai dengan berjalan kaki menapaki puluhan ribu anak tangga di lereng-lereng pegunungan yang cadas. Selain itu, saat ini juga sudah selesai dibangun ruas jalan raya baru yang langsung mendekati puncak. Karena melintasi pegunungan, jalan baru itu penuh dengan kondisi belokan tajam di sisi jurang terjal.

Karena itu khususnya pada musim dingin jalan tersebut terlarang untuk dilewati mobil menuju Pintu Langit, karena kondisi ruas jalan yang sudah pasti tertutupi salju sehingga menjadi sangat licin yang dapat berakibat kecelakaan sangat fatal.

Pada saat musim dingin lebih dianjurkan, para wisatawan menuju lokasi itu dengan menggunakan kereta gantung yang sekali jalan bisa memuat hingga 20 orang per unit kereta. Kereta gantung itu akan melalui rute melewati pemandangan yang indah dan mempesona sepanjang perjalanan yang bergelantungan di tali rel sepanjang 7,3 kilometer.

Kunjungan wisatawan asing terbesar ke objek wisata itu adalah dari Korea, sedangkan total wisatawan mancanegara mencapai 800 ribu orang per tahun.

Pemerintah Provinsi Hunan sebagai pengelola tempat tersebut terus mempromosikan objek wisata baru itu ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia dengan mengundang langsung para pimpinan biro perjalanan wisata untuk datang mengunjungi kawasan tersebut.
 

Wednesday, January 11, 2012

Waaoo... Do U want to know how long u will live? (Copas)

Jimmy Hitipeuw | Rabu, 11 Januari 2012 | 09:31 WIB
KOMPAS.com - Scientists have found a way to predict how long someone will live – by measuring their genes as a baby. Life expectancy is written into our DNA and is there to be seen from the day we are born.

It all depends on the length of the telomeres, which are described as 'acting like the plastic ends on shoelaces' to protect chromosomes from wear and tear.
Telomeres are being studied extensively - and are thought to hold the key to ageing.

Put simply, the longer your telomeres, the longer you will live - dependent, of course, on not dying accidentally, from disease or from lifestyle factors. It was known they could be shortened by life choices, including smoking and stress. 

But this is the first indication that our lifespans might be predetermined from birth. In the future, tests may allow people to know their expected lifespan from a very early age - if they want to.

Professor Pat Monaghan, who led the Glasgow University study, said: 'The results of this research show that what happens in our bodies in early life is very important.

'It is not understood why there are variations of telomere length but if you had a choice, you would want to be born with longer telomeres.

'If you were to test this, I don't think anyone would want to know – it would just make you miserable. But it must be remembered that how you live has a big effect. This isn't quite a case of nature overtaking nurture.'

The study – which used zebra finches, one of Australia's most common bird species – is the first to measure telomere lengths at regular intervals through an entire life. With people, it is usually only the elderly who are studied because of the timescales involved.

Blood cell samples were taken from 99 finches, starting when they were 25 days old. The results exceeded even the researchers' expectations.
The birds with the shortest telomeres did tend to die first – from as early as seven months after the start of the trial. But one bird in the group with the longest telomeres survived to almost nine years old.

Professor Monaghan said: 'These birds were dying of natural causes. There were no predators, no diseases and no accidental deaths. This was showing their capacity for long life.'

The results hold huge implications for humans, whose telomeres work in the same way. In future, people might be tested to see how long their telomeres – and their life expectancy – could be.

Telomeres are important because they stop DNA from unravelling – but they begin shortening from the moment we are conceived. The longer they are, the better for an individual because when they get too short, they stop working.

DNA is then no longer protected and errors begin to creep in when cells divide. When this happens – usually in middle age – the skin begins to sag and the immune system becomes less efficient. Faulty cells also lead to a growing risk of conditions such as diabetes and heart disease.

The university's institute of biodiversity, animal health and comparative medicine has published its groundbreaking research in the Proceedings of the National Academy of Sciences USA.

In the next stage of their research, the Glasgow scientists will look at what causes telomeres to shorten – including inherited and environmental factors – to make it possible to predict life expectancy more accurately.
 

Tuesday, January 10, 2012

Tragedi Pegawai KPPN

(Sumber: Copas dari sebuah milis alumni)
"Semua pegawai KPPN, khususnya front office (FO) dan seksi-seksi tertentu akan mengundurkan diri daripada tertimpa musibah dalam bentuk menanggung dosa yang tidak pernah mereka lakukan."(Pembelaan EIS, terdakwa kasus 'pemalsuan SPM' yang merugikan keuangan negara).Terus terang, ada rasa sanksi atas penegakan hukum yang masih jauh dari rasa keadilan di negeri ini. Dan kemarin sore (9 Januari 2011), kembali terdengar kabar tidak sedap karena dua orang pegawai negeri sipil (PNS) lingkup kementerian keuangan divonis bersalah oleh majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR). Terpidana EIS selaku penandatangan SP2D divonis bersalah 1,5 tahun dan denda Rp100 juta atau subsidaire 3 bulan kurungan, sedangkan ES selaku petugas  FO  divonis 1 tahun dan denda Rp100 juta atau subsidaire 3 bulan kurungan.
Kasus ini  bermula dari penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) yang diduga  asli tapi palsu (ASPAL)bernomor 00155/440372/XI/2008 tanggal 19 November 2008 yang ditandatangani SUP selaku pejabat penandatangan SPM pada Satker (SNVT) lingkup Ditjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum senilai Rp9,95 miliar atas nama PT. CSC yang belakangan diketahui fiktif. (Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/02/02/16184379/Wah.Dokumen.Anggaran.Pun.Dipalsukan).

Sesuai prosedur kerja, SPM tadi ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) bernomor 928710J tertanggal 21 November 2008  sebesar Rp8.824.221.000,00 (setelah dipotong pajak)
oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dalam hal ini ditandatangani oleh EIS selaku Kepala Seksi Perbendaharaan KPPN Jakarta II. (Sumber :
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/03/01/207079/7/5/Polisi-Tahan-Dua-Pegawai-Pelayanan-Perbendaharaan-NegaraJaksa
Penuntut Umum (JPU) pada persidangan tanggal 6 September 2011 menuntut terdakwa EIS dan ES dengan dakwaan primer dan sekunder karena diyakini tidak melakukan penelitian yang mendalam terhadap  SPM  Nomor 00155/440372/XI/2008 dan memprosesnya menjadi SP2D. Karenanya, JPU mendakwa keduanya tidak mematuhi   Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 dan melanggar Keputusan Dirjen Perbendaharaan Nomor KEP-297/PB/2007.   (Sumber :
http://www.perbendaharaan.go.id/new/index.php?pilih=news&aksi=lihat&id=2698)
Dalam dakwaan primernya, JPU mendakwa EIS dan ES "sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau  perekonomian negara." (Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Sedangkan dakwaan sekunder, keduanya didakwa "sebagai orang yang melakukan atau turut sertamelakukan perbuatan yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena  jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara." ((Pasal 3 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Menarik sekali menyimak pleidoi (nota pembelaan) yang dibacakan langsung oleh EIS. Terdakwa mengungkapkan rasa heran dan bingung mengapa Direktur PT. CSC  (Penerima dana)  dan  SUP (selaku pejabat penerbit SPM) tidak diseret juga ke pengadilan TIPIKOR karena jelas-jelas yang bersangkutan sendiri yang menandatangani 60 lembar blangko SPM kosong sesaat sebelum yang bersangkutan berangkat menunaikan ibadah haji?   (Sumber :
http://www.keuanganpublik.com/)
Selain itu, EIS juga menyatakan keheranan terhadap kredibilitas dan kompetensi dari Saksi Ahli yang diajukan oleh JPU yakni Dr. Dian Puji Simatupang yang ternyata belakangan diketahui bukan pakarHukum Keuangan Negara tetapi Hukum Administrasi Negara dari curriculum vitae-nya (CV/Riwayat Hidup). Terdakwa mensinyalir saksi ahli yang diajukan JPU tersebut, tidak memiliki latar pendidikan yang mamadai di bidang hukum Keuangan Negara dan tidak memahami masalah-masalah perbendaharaan negara, kecuali sekadar membaca pasal demi pasal dan menafsirkan menurut pendapatnya sendiri.
Sesuai ketentuan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan kemudian diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kewenangan Menteri Teknis dalam pengelolaan keuangan di masing-masing Kementeriannya lebih dominan dibandingkan Menteri Keuangan. Menteri Teknis sebagai Pengguna Anggaran (PA), dan semua satker jajarannya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), memiliki kewenangan sebagai Otorisator (melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan adanya pengeluaran dan/atau penerimaan negara) dan sekaligus sebagai Ordonatur(melakukan pengujian atas tindakan yang dilakukan oleh Otorisator dan memerintahkan pembayaran kepada comptabel) bagi anggarannya masing-masing. Sedangkan Menteri Keuangan, beserta jajarannya, hanya memiliki kewenangan Comptabel (Bendahara Umum Negara). Merujuk pendapat hukum Drs. Siswo Sujanto, DEA (Ketua Tim
Kecil Penyusunan Paket UU Bidang Keuangan Negara), yang turut dihadirkan sebagai saksi ahli
dalam kasus ini menjelaskan bahwa pembagian kewenangan tersebut (Otorisator, Ordonator, dan Comptabel) didasarkan pada prinsip let's the manager manage. Beliau mengemukakan
dalam persidangan bahwa prinsip tersebut, hakekatnya menyatakan "anggaran yang diajukan/diminta oleh Kementerian Teknis, diberikan oleh DPR kepada Menteri Teknis untuk membiayai kegiatan yang diusulkan, diputuskan penggunaannya dan dilaksanakan sendiri oleh Menteri Teknis yang bersangkutan, dan konsekuensinya harus dipertanggungjawabkan pula oleh Menteri Teknis. "Merujuk keterangan Saksi Ahli yang diajukan terdakwa yakni Prof. Dr. Muhsan, S.H. (Mantan Hakim Agung, Professor Hukum Administrasi Negara, Pendamping Ahli Tim Penyusunan paket UU Bidang Keuangan Negara), berpendapat "Menteri Teknis merupakan lastgevers (pemberi mandate/ perintah) yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan Menteri Keuangan yang merupakan lasthebbers (penerima mandate/ perintah). "Selanjutnya,
 Prof. Muhsan mengemukakan pendapat hukumnya, "Oleh sebab itu, semua perintah Menteri Teknis beserta jajarannya dalam hal pengeluaran Negara yang diwujudkan dalam bentuk surat perintah membayar (SPM), sepanjang sesuai persyaratan administratif yang ditentukan, harus dilaksanakan pencairan dananya. Hal ini, harus dilakukan karena semua tanggungjawab terhadap keputusan yang dilakukan merupakan tanggungjawab Kementerian Teknis/ satker yang bersangkutan. Kalaupun pihak Kementerian keuangan (dhi. KPPN) harus melakukan pengujian hanyalah pengujian administrative dan bersifat pengulangan (rechek). Bukan bersifat pengujian materiil (substantif)."Terlepas dari pertimbangan majelis   hakim dalam memutus perkara itu, dari lubuk hati terdalam, penulismenyatakan turut prihatin dan bersimpati atas musibah yang menimpa Korps Lapangan Banteng. Perlu kiranya majelis hakim  lebih  membuka mata hatinya untuk mendengar suara hati, karena vonis yang diputuskan kemarin akan berimplikasi besar terhadap perekonomian negara, khususnya penyerapan APBN di tahun anggaran 2012.
Perlu disadari, para pegawai KPPN (khususnya petugas seksi pencairan dana) sebagai ujung tombak dalam pencairan dana APBN mesti akan bertindak  ekstra  hati-hati dalam meneliti SPM yang diajukan Satker-Satker yang berada di wilayah kantor bayarnya. Dikhawatirkan, saking hati-hatinya, petugas tidak akan menolerir kesalahan dalam dokumen SPM sekalipun itu  kesalahan kecil (misalnya kesalahan ketik/redaksional) sehingga tingkat pengembalian SPM (SPM tidak dapat diproses menjadi SP2D) akan meningkat pesat.
Tentu saja, proses penerbitan SP2D menjadi berbelit-belit dan butuh waktu lama hingga betul-betul diyakini SPM yang diajukan tepat jumlah, tepat penerima pembayarannya dan tepat pula peruntukannya.Siapa juga yang mau menerima resiko, divonis bersalah (hukuman penjara dan denda ratusan juta rupiah) atas tindakan yang belum tentu dilakukannya? Siapa pula yang rela mendapat stigma (dicap) sebagai seorang koruptor atas  dosa/kesalahan yang belum tentu diperbuatnya?
Khusus kepada pucuk pimpinan yang berkantor di kawasan Lapangan Banteng, penulis meminta dengan sangat agar diberikan rasa aman dan kepastian hukum kepada para pegawai dengan terusmenyempurnakan sistem dan prosedur kerja (SOP) dan perlindungan hukum sehingga musibah yang menimpa rekan kami tidak terulang kembali.
Bukan kami tak  butuh  gedung yang megah, taman yang indah,  dan peralatan kerja yang lengkap, tapi yang lebih kami butuhkan adalah rasa kebersamaan, RASA AMAN, rasa kekeluargaan dan solidaritas korps  yang sepertinya mulai luntur di tengah tantangan tugas ke depan yang semakin berat.Demikian, postingan pertama di tahun 2012 ini, sekadar untuk mencurahkan isi hati sekaligus solidaritas untuk senior dan junior yang nasibnya kini ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Terima kasih.
 #santorry saad#

Monday, January 09, 2012

Foto-Foto Djakarta dan Puntjak Tempo Doeloe

(sumber: email dari seorang sahabat)

Bank Indonesia

Bogor Soerja Kentjana

Cimatjan Poentjak

Goenoeng Sahari

Harmoni

Hajam Woeroek

Djati Negara

Pantjoran

Petjinan

Petamboeran

Poentjak

Gadog Poentjak

Poentjak Raja

Salemba

Sindanglaja Poentjak

Abdoel Moeis, Tanah Abang

Tanah Abang

Toko Tiga

Toegoe Tani

Sunday, January 08, 2012

Cerita mingguan dari Pak Dahlan Iskan. Inspiratif.

(Sumber: email seorang sahabat)
Tempat Bersandar Harus Kukuh
Senin, 02 Januari 2012

Tentu ini bukan rahasia negara –karena yang saya kemukakan hanya suasananya. Dalam beberapa sidang kabinet belakangan ini Presiden SBY begitu keras –dalam ucapan maupun mimik wajahnya. Terutama ketika menyangkut pelaksanaan program-program kabinet yang lambat. Bahkan, Presiden SBY sampai masuk ke persoalan yang detail. Belum pernah presiden memimpin rapat kabinet begini keras dan detail.

Misalnya, ketika membahas birokrasi yang menurut penilaian presiden ternyata menjadi salah satu penyebab utama keterlambatan banyak program. Dalam hal kelambanan birokrasi ini boleh dibilang presiden sudah sampai tahap marah –benar-benar marah.

Misalnya, begitu banyak pejabat pusat dan di daerah yang mengatakan bahwa rancangan keputusan sudah di meja presiden. Padahal, masih entah di mana. Ini bisa menimbulkan anggapan presiden yang lambat.

Walhasil, keterlambatan birokrasi seperti itu tidak boleh lagi terjadi pada 2012. Bahkan, entah sudah berapa kali presiden meminta agar para menteri "bekerja dan berpikir dan bertindak out of the box". Tidak boleh lagi bekerja seperti biasanya dan mengambil jalan yang biasa. Bahkan, presiden sendiri seperti menantang birokrasi untuk beradu cepat. "Hari ini sampai di meja saya, esok harinya sudah saya tanda tangani," tegas beliau.

Tentu kemarahan presiden seperti itu tidak akan sampai terlihat di publik. Presiden terlalu santun untuk urusan seperti ini. Tapi, ke dalam, terlihat jelas bahwa Presiden SBY berubah. Dia ingin mewujudkan ucapannya di depan publik beberapa waktu lalu bahwa gaya kepemimpinannya akan lebih tegas dan cepat.

Perubahan itu juga terasa saat melakukan perjalanan dengan naik kereta api ke Cilacap pada 28 Desember lalu. Itulah perjalanan darat 6,5 jam untuk meresmikan dimulainya pembangunan kilang minyak Pertamina. Inilah pembangunan kilang minyak pertama dalam masa setelah Orde Baru.

Sepanjang perjalanan itu berbagai agenda dibahas. Mirip rapat kabinet terbatas yang sangat intensif. Soal kemiskinan, energi, pangan, teknologi, perdagangan, sampai ke soal konsep mendasar perlunya Polri menyesuaikan diri dengan tantangan baru: terjadinya ketegangan di masyarakat seperti di Mesuji dan Bima. Sudah tentu dibahas pula program BUMN –termasuk perlunya struktur beberapa BUMN diubah.
Dalam hal kemiskinan juga dibahas kondisi berbagai daerah. Saya sempat menyampaikan terobosan yang dilakukan beberapa bupati dari daerah tertinggal. Misalnya, bupati Lebak yang berambisi menuntaskan ketertinggalannya pada akhir 2013. Juga bupati Ngada di Flores yang sampai mengancam mengundurkan diri kalau DPRD setempat menolak pengalokasian dana APBD untuk program pemberian sapi bagi 18.000 penduduk miskin di kabupaten itu.

Bupati ini memang istimewa. Mobil dinasnya Kijang tua karena dia memilih APBD untuk mengurangi kemiskinan daripada untuk membeli mobil dinas baru. Dia melihat tidak ada cara lain yang lebih cepat mengentas kemiskinan di Ngada kecuali lewat pembagian sapi dan pembangunan bendungan untuk irigasi di Bajawa.

"Rapat sambil menyusuri rel kereta api" itu juga berlangsung sangat intensif karena kami berada dalam satu gerbong yang tempat duduknya berhadap-hadapan sangat dekat. Waktunya juga sangat cukup. Tidak diburu acara lain. Siang itu peralatan karaoke yang ada di gerbong tersebut tidak laku. Presiden seperti tidak kehabisan agenda untuk dikemukakan. Presiden seperti benar-benar tidak sabar ingin menuntaskan semua program besar kabinet.
Setelah mengikuti beberapa kali sidang kabinet dan juga perjalanan ke Cilacap ini, tampaknya reformasi birokrasi akan jadi salah satu fokus presiden. Tampaknya, reformasi birokrasi tidak bisa ditawar lagi. Presiden terlihat tidak puas mengapa reformasi birokrasi selama ini hanya lebih banyak dikaitkan dengan perubahan sistem gaji.

Mengingat reformasi birokrasi akan menjadi salah satu agenda utama 2012, reformasi birokrasi di BUMN juga harus berjalan, bahkan lebih cepat. Tidak boleh BUMN yang sifatnya lebih korporasi tertinggal oleh kementerian lain yang orientasinya bukan korporasi. Kalau birokrasi yang instansional saja bertekad melakukan reformasi, apalagi BUMN yang korporasional.

Wajah korporasi jelas harus lebih cair dari wajah instansi. Masa lalu BUMN yang lebih dekat dengan sifat instansional benar-benar harus berubah. Itulah sebabnya, pelimpahan begitu banyak wewenang menteri kepada setiap korporasi menjadi jantung dari reformasi birokrasi di BUMN. Dengan reformasi kewenangan itu, rentetannya akan panjang: komisaris tidak bisa lagi asal-asalan, direksi tidak bisa lagi main politik dan sekaligus kehilangan peluang untuk menjilat.

Persetujuan dewan komisaris, misalnya, kini harus tegas: setuju atau tidak setuju. Tidak bisa lagi ada dewan komisaris yang memberikan persetujuan dengan catatan.
Selama ini terlalu biasa dewan komisaris dalam memberikan persetujuan atas program direksi disertai catatan-catatan –yang kesannya dewan komisaris ingin cari selamat sendiri. Secara berseloroh sering saya kemukakan, sifat persetujuan dewan komisaris itu harus seperti wanita yang habis bercinta: hamil atau tidak hamil. Tidak ada istilah "agak hamil" dalam kamus wanita. Karena itu, ke depan persetujuan dewan komisaris harus tegas: setuju atau tidak setuju. Tidak ada istilah "agak setuju".
Bagi saya, disetujui atau tidak disetujui tidak masalah. Yang penting keputusan itu diberikan dalam waktu cepat. Korporasi memerlukan kecepatan. Speed. Banyak sekali peluang yang lewat karena unsur speed diabaikan. Pengadaan MA 60 Merpati menjadi contoh nyata hilangnya kesempatan itu.

Katakanlah dewan komisaris tidak setuju atas usul program direksi. Kemungkinannya masih banyak. Direksi merevisi usulnya, direksi menyadari bahwa usulnya memang kurang bagus, atau direksi tetap merasa usulnya sangat bagus. Dalam hal yang terakhir itu direksi diberi peluang untuk appeal ke Kementerian BUMN. Kementerian BUMN-lah yang akan memberikan penilaian siapa yang sebenarnya kurang entrepreneur. Kementerian tidak akan memberikan kata putus karena kementerian tidak boleh intervensi kepada korporasi. Tapi, kementerian bisa mengambil kesimpulan untuk menilai personalia di kepengurusan BUMN tersebut.

Untuk itu, kuncinya adalah speed. Tidak disetujuinya sebuah program pun tidak masalah asal keputusan diberikan dengan cepat. Tidak digantung. Dengan demikian, direksi bisa segera menyusun langkah baru lagi: merevisi, melupakannya, atau membuat program yang baru sama sekali.
Tentu tidak hanya jantungnya yang berubah. Kulit-kulitnya juga perlu berubah. Karena itu, saya sangat menghargai langkah Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI) I. Jonan, yang pada 2012 ini akan mengubah seragam karyawan PT KAI agar tidak lagi sama dengan seragam pegawai negeri Kementerian Perhubungan.

Soal seragam, sebenarnya tidak terlalu penting. Ini hanya kulit-kulitnya. Tapi, soal kulit kadang lebih menarik daripada isinya. Sewaktu di PLN pun saya pernah menghapus baju seragam. Ini gara-gara baju seragam dinilai dijadikan objek korupsi. Toh, kinerja tidak terpengaruh oleh atau tanpa baju seragam. Tentu saya tidak antibaju seragam. Silakan berseragam, hanya jangan dijadikan objek korupsi!

Gaya-gaya instansional BUMN yang lain juga harus berubah. Dan, ini akan lebih banyak ditentukan oleh CEO-nya, oleh direktur utamanya. Sangat tidak bernada korporasi kalau dalam acara-acara intern pun seorang direktur utama memberikan sambutan dengan cara membaca sambutan. Berpidato dengan cara membaca hanya boleh untuk acara yang melibatkan pihak di luar perusahaan.

Karena itu, tim yang pekerjaannya membuatkan pidato direktur utama sebaiknya juga dibubarkan. Tidak pantas di BUMN ada pegawai yang pekerjaannya membuatkan pidato direktur utama –seolah-olah sang direktur utama begitu tidak menguasai masalah perusahaan yang dipimpinnya.

Keberadaan staf ahli di sekitar direktur utama, kalau masih ada, juga harus dihapus. Direktur utama haruslah orang yang paling ahli di perusahaan itu. Saya tahu tidak semua direktur utama BUMN memiliki staf ahli. Saya juga tahu bahwa banyak staf ahli yang sebenarnya tidak ahli, melainkan hanya sebagai penampungan para senior yang harus ditampung.

Saya sendiri akan menghapus staf ahli menteri BUMN tahun ini. Kebetulan beberapa staf ahli memang memasuki masa pensiun. Saya tidak akan mengisi lowongan itu dengan orang baru. Penghapusan staf ahli menteri BUMN ini merupakan langkah kedua. Langkah pertama sudah saya lakukan dua bulan lalu: menghapus jabatan staf khusus menteri BUMN. Meski tidak ada staf khusus, rasanya tidak ada sesuatu yang hilang.

Memang, masih ada satu orang yang selalu bersama saya, yakni A. Azis. Tapi, dia bukan staf khusus. Jabatannya segera jelas bulan ini setelah penataan di kementerian dilakukan. Tidak adanya staf khusus menteri BUMN ini perlu diketahui –agar masyarakat jangan sampai ada yang tertipu. Kementerian BUMN memang harus agak berbeda. Kementerian ini harus lebih bernuansa korporasi.

Setelah tidak ada staf ahli dan staf khusus, saya akan lebih bersandar kepada wakil menteri dan para deputy menteri BUMN. Saya harus memercayai struktur sepenuhnya sampai personalia di struktur itu diketahui tidak bisa dipercaya. Deputy-lah staf ahli dan staf khusus saya yang sebenar-benarnya.

Tentu saya juga lebih bersandar kepada para direksi dan komisaris. Terutama kepada direktur utama dan komisaris utama. Saya harus percaya sepenuhnya kepada mereka dan mengandalkan sesungguh-sungguhny a mereka. Lantaran merekalah tempat sandaran yang utama, orangnya harus kukuh. Harus bisa diandalkan sebagai tempat bersandar. Tempat bersandar yang rapuh hanya akan membuat orang yang bersandar kepadanya, seperti saya, ikut roboh.

Maka, tidak ada pilihan lain. Begitu saya mengetahui tempat sandaran saya itu ternyata tidak kukuh, pilihannya tinggal dua: membiarkan diri saya ikut roboh atau saya mengganti sandaran tersebut dengan sandaran lain yang lebih kukuh. Prinsip out of the box memang sudah waktunya benar-benar dilaksanakan.

Dahlan Iskan
Menteri BUMN

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tuesday, January 03, 2012

Heboh Mobil Nasional "Kiat Esemka"; Dahlan Iskan; dan SMI

Dear,
Pagi ini aku baca di sebuah situs berita tentang dimanfaatkannya mobil rakitan anak-anak SMK (baca: esemka) di Jawa Tengah oleh Bupati Kota Solo, Joko Widodo alias Jokowi. Isu tentang mobil hasil karya anak bangsa ini sudah heboh beberapa bulan lalu sebenarnya. Hanya saja prestasi anak bangsa ini belum mendapatkan perhatian secara khusus dari masyarakat. Kalau pun ada hasil karya anak SMK yang telah terekspos adalah keberhasilan mereka membuat laptop, dengan memberika nama yang sama (Esemka).

Hari ini menjadi hari spesial karena rupanya kemarin perwakilan perakit kendaraan roda 4 tersebut yang didampingi para guru dan kepala sekolah memberikan sebuah hasil karya mereka kepada sang Bupati. Entah bermotif sesuatu atau tidak, sang Bupati dengan senang menerima kendaraan tersebut dan mendaulat mobil tersebut sebagai mobil dinasnya. Hmm.....sesuatu yang jarang dilakukan oleh seorang pejabat negara.
Aku sendiri tidak melihat hal ini sebagai bagian untuk mempromosikan diri sang Bupati. Mengapa? Ya karena sosok Bupati yang satu ini memang luar biasa. Kabarnya, di mata masyarakat Solo sang Bupati mendapat tempat istimewa. Ia berhasil membuat perubahan yang signifikan pada kota tersebut. Pembangunan yang ia lakukan pun berorientasi kepada masyarakat banyak.... Sehingga ketika ia memamerkan mobil nasional karya anak bangsa ini rasanya kok nggak pantas kalau kita menuding yang bersangkutan memiliki motif-motif tertentu.
Banyak orang yang kagum dengan kepemimpinan beliau, sama halnya dengan orang kagum pada Dahlan Iskan. Keduanya memiliki kemiripan: sama-sama bersahaja! Bila pun ada orang yang tidak suka kepada mereka hal tersebut adalah hal yang biasa. Nggak mungkin kan masa' semua orang harus suka sama kita? Jadi, suka atau tidak suka adalah hal yang wajar.

Hari ini aku nulis di fb tentang harapanku agar kedua orang ini bisa menjadi pemimpin negara ini di masa yang akan datang. Beberapa orang setuju dengan khayalanku tersebut. Namun ada pula yang mengingatkan akan sosok Sri Mulyani Indrawatie (SMI) yang kini harus hijrah ke negara Paman Sam karena didera oleh skandal persekongkolan politik. Waaah iya iya aku langsung teringat akan sosok beliau. Seorang wanita cerdas yang pernah ku tahu. Ambisi dan semangatnya luar biasa untuk ikut memberikan andil pada negara ini. Sayang....ia tersingkirkan oleh elite-elite politik yang terganggu kepentingannya karena sepak terjang beliau dan juga karena ia adalah jalan untuk membidik sasaran tembak yang lebih besar! Aset negara ini pun harus hengkang ke luar negeri.

Aku pun berharap SMI ini bisa menjadi pemimpin masa depan negara ini. Paling tidak, kini telah ada 3 sosok putra-putri Indonesia yang kemampuannya terbilang luar biasa!!!

Sleepy, Selasa, 3 Januari 2012, 15:55
 

Monday, January 02, 2012

Lagi-lagi Trik Hebat Dahlan Iskan (terkait kinerja Merpati)

(Sumber: dari sebuah milis)

Selasa, 27 Desember 2011
 
Yang Punya Ide Terbaik Dapat Avanza
 
Kadang libur itu penting. Pada hari tanpa kesibukan itulah persoalan yang rumit bisa dibicarakan secara mendasar, detail, dan habis-habisan. Misalnya, pada hari libur Sabtu lalu. Enam jam penuh bisa membicarakan rumitnya persoalan Merpati Nusantara Airline.
 
Tidak hanya direksi dan komisaris yang hadir, tapi juga seluruh manajer senior. Ruang rapat sampai tidak cukup sehingga pindah ke ruang tamu yang secara kilat dijadikan arena perdebatan.
 
Meski saya yang memimpin rapat, tidak ada hierarki di situ. Segala macam jabatan dan predikat saya minta ditanggalkan. Tidak ada menteri, tidak ada Dirut, tidak ada komisaris, dan tidak ada bawahan. Semua sejajar sebagai orang bebas. Duduknya pun tidak diatur dan tidak teratur.
 
Operator laptop dan proyektornya sampai duduk di lantai. Kebetulan saya juga hanya memakai kaus dan celana olahraga. Belum mandi pula. Baru selesai berolahraga bersama 30.000 karyawan dan keluarga Bank Rakyat Indonesia se-Jakarta memperingati ultah ke-116 mereka yang gegap gempita.
 
Pindah dari acara BRI ke acara Merpati pagi itu rasanya seperti pindah dari surga ke Marunda. Dari perusahaan yang labanya Rp 14 triliun ke perusahaan yang ruginya tidak habis-habisnya. Dari jalannya operasional saja Merpati sudah rugi besar.
 
Apalagi, kalau ditambah beban-beban utangnya. Tiap bulan pendapatannya hanya Rp 133 miliar. Pengeluarannya Rp 178 miliar. Pesawatnya tua-tua. Sekali dapat yang baru MA 60 pula.
 
Suasana kerja di Merpati pun sudah seperti perusahaan yang no hope! Maka, jelaslah bahwa persoalan Merpati tidak bisa diselesaikan dengan cara biasa.
 
Restrukturisasi perusahaan dengan cara modern sudah dicoba sejak dua tahun lalu. Belum ada hasilnya "bahkan tanda-tandanya sekali pun. Upaya restrukturisasi ini telah menghabiskan enersi luar biasa. Lebih-lebih menghabiskan waktu dan kesempatan.
 
Panjangnya proses pengadaan pesawat Tiongkok MA 60 membuat peluang lama hilang begitu saja. Rute-rute kosong yang semula akan diisi MA 60 telanjur dimasuki Wing dan Susi Air yang lebih kompetitif. MA 60 yang menurut para pilot merupakan pesawat yang bagus, lebih berat lagi bebannya setelah terjadi kecelakaan di Kaimana.
 
Peristiwa yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kualitas pesawat itu ikut membuat Merpati ibarat petinju yang sudah sempoyongan tiba-tiba terkena pukulan berat.
 
Sebelum kecelakaan Kaimana, penumpang sebenarnya lebih senang naik MA 60. Pesawat ini sengaja didesain untuk negara tropis. AC-nya bisa berfungsi sejak penumpang masuk pesawat. Tidak seperti pesawat baling-baling lain yang panas udara kabinnya luar biasa dan baru berkurang setelah beberapa menit di udara.
 
Merpati memang sering kehilangan momentum. Bahkan, seperti sudah kehilangan momentum sejak dari lahirnya. Ketika kali pertama dipisahkan dari Garuda, pesawat-pesawatnya diambil, tapi utangnya ditinggalkan. Beban-beban lain juga menumpuk.
 
Semua itu enak sekali dijadikan kambing hitam oleh manajemen. Setiap manajemen yang gagal punya alasan pembenarannya. Kadang manajemen lebih sibuk mengumpulkan kambing hitam daripada bekerja keras dan melakukan efisiensi.
 
Benarkah tidak ada hope lagi di Merpati?
 
Itulah yang melalui forum pada hari libur Sabtu lalu ingin saya ketahui. Terutama sebelum saya membuat keputusan yang tragis: ditutup! Segala macam usaha sudah dilakukan.
 
Dua bulan lalu sebenarnya saya sudah menyederhanakan manajemen Merpati. Jabatan wakil Dirut saya hapus. Jumlah direktur saya kurangi. Ini agar manajemen lebih lincah. Juga terbebas dari beban psikologis karena wakil Dirutnya lebih senior dari sang Dirut.
 
Rupanya itu belum cukup. Saya harus masuk lebih ke dalam. Tiba-tiba saya ingin berdialog langsung. Dialog yang intensif dan tanpa batas. Dialog dengan jajaran yang lebih bawah.
 
Di masa lalu saya sering mendapat pengalaman ini: banyak ide bagus justru datang dari orang bawah yang langsung bekerja di lapangan. Bukan dari konseptor yang bekerja di belakang meja.
 
Memang ada rencana pemerintah dan DPR untuk membantu keuangan Merpati Rp 561 miliar. Tapi, akankah uang itu bermanfaat? Atau hanya akan terbang terhambur begitu saja ke udara? Seperti ratusan miliar uang-uang negara sebelumnya?
 
Tentu saya tidak ingin seperti itu. Harus ada jaminan ini: dengan suntikan tersebut Merpati bisa hidup dan berkembang. Tidak seperti suntikan-suntikan uang ratusan miliar rupiah di masa lalu. Ini juga harus menjadi uang terakhir dari negara untuk Merpati. Sudah terlalu besar negara terus menyuntik Merpati, dengan hasil yang masih begitu-begitu saja.
 
Karena itu, saya kemukakan terus terang di forum: daripada uang Rp 561 miliar tersebut terhambur ke udara begitu saja dan karyawan pada akhirnya kehilangan pekerjaan juga, lebih baik Merpati ditutup sekarang juga. Uang itu bisa dibelikan kebun kelapa sawit. Tiap karyawan mendapat pesangon 2 ha kebun sawit.
 
Orang Riau punya dalil: satu keluarga yang punya 2 ha kebun sawit, sudah bisa hidup sampai menyekolahkan anak ke ITB! Memiliki 2 ha kebun sawit lebih memberikan masa depan daripada terus menjadi karyawan Merpati.
 
Tentu ide ini membuat pertemuan heboh. Sekaligus peserta pertemuan tertantang untuk menolaknya. Mereka tidak rela kalau Merpati harus mati. Kebun sawit bukan bandingan untuk masa depan. Oke. Saya setuju. So what? Kalau dari operasionalnya saja sudah rugi, masih adakah alasan untuk mempertahankannya?
 
Maka, saya ajukan ide untuk melakukan pembahasan topik per topik. Ini untuk mengecek apakah benar masih ada harapan?
 
Topik pertama adalah: bagaimana membuat pendapatan Merpati lebih besar daripada pengeluarannya. Kalau tidak ada jalan yang konkret di topik ini, putusannya jelas: Merpati harus ditutup.
 
Asumsinya: bagaimana bisa memikul beban yang lain kalau dari operasionalnya saja sudah rugi besar. Berapa pun modal digerojokkan tidak akan ada artinya. Lebih baik untuk beli kebun sawit!
 
Meski logika sawit begitu jelas dan rasional, rupanya masih banyak yang takut mengubah jalan hidup. Ketika hal itu saya kemukakan, seseorang nyeletuk dari arah belakang. "Salah Pak Dahlan! Bukan kami takut menjadi petani sawit, tapi Merpati ini masih punya peluang besar," katanya. "Asal semua orang di Merpati punya etos kerja yang hebat," tambahnya.
 
Etos kerja ini begitu sering dia sebut sebagai penyebab utama kesulitan Merpati sekarang ini. Dia sangat percaya etos itulah kuncinya, sehingga sepanjang enam jam rapat itu dia selalu dipanggil dengan nama Pak Etos.
 
Pak Etos mungkin benar. Tapi, itu masih kurang konkret. Yang diperlukan adalah usul konkret dan realistis. Yang bisa membuat pendapatan lebih besar daripada pengeluaran. Yang bisa dilaksanakan dalam keadaan Merpati as is.
 
Pagi itu begitu sulit mencari ide yang membumi. Saya pun lantas teringat pada gurauan pedagang-pedagang sukses seperti ini: "Tuhan itu baik. Tapi, uanglah yang bisa membuat orang mengatakan Tuhan itu baik".
 
Rupanya perlu rangsangan material untuk melahirkan ide-ide kreatif. Rupanya perlu dana untuk mendatangkan Tuhan. Maka, saya tawarkan di forum itu: peserta rapat yang mengusulkan ide terbaik akan saya beri hadiah satu mobil baru, Avanza, dari kantong saya pribadi.
 
Rapat pun menjadi heboh. Gelak tawa memenuhi ruangan. Ide belum muncul, tapi warna mobil sudah harus dibicarakan. Setuju: warna krem! Neraka sawit ternyata tidak menarik. Surga Avanzalah yang menggiurkan. Pantaslah kalau Jakarta macet!
 
Tuhan rupanya benar-benar datang. Inspirasi bermunculan. Hampir semua peserta rapat mengangkat tangan. Mereka berebut mendaftarkan ide. Angkat tangan lagi untuk ide kedua. Ide ketiga. Bahkan, ada yang sampai mendaftarkan lima ide.
 
Setelah terkumpul 53 ide, barulah diperdebatkan. Mana yang konkret dan mana yang terlalu umum. Mana yang menghasilkan rupiah, mana yang menghasilkan semangat. Mana yang membuat pendapatan lebih besar, mana yang membuat pengeluaran lebih kecil.
 
Ide-ide itu kemudian di-ranking. Dari yang terbaik sampai yang terkurang. Dari yang terbanyak menghasilkan rupiah sampai yang menghasilkan etos. Perdebatan amat seru karena masing-masing mempertahankan idenya. Terjadi diskusi yang luar biasa intensif, mengalahkan rapat kerja bagian pemasaran.
 
Dari ranking yang dibuat, memang sudah bisa diketahui siapa yang bakal dapat mobil. Tapi, ada yang protes. "Sebaiknya hadiah baru diberikan setelah ide itu jadi kenyataan," teriaknya.
 
Rupanya, dia ingin membuktikan bahwa meski idenya kalah ranking, dalam pelaksanaannya kelak akan mengalahkan juara ranking itu. Setuju. Kita lihat dulu kenyataan di lapangan. Peluang bagi ide yang ranking-nya di bawah pun masih terbuka.
 
Tentu ide-ide itu masih dirahasiakan. Ini terutama karena masih akan dirumuskan dalam bentuk program kerja nyata di lapangan. Tapi, semua ide memang sangat menarik. Dari sinilah bisa diketahui bahwa Merpati seharusnya tidak akan rugi secara operasional. Kalau ini terlaksana, pemilik dana tidak akan ragu membantu. Alhamdulillah. Tuhan memberkati.
 
Topik berikutnya adalah MA 60. Bagaimana kinerjanya selama ini? Apakah bisa menghasilkan uang dan terutama bagaimana mengembalikan citra yang rusak akibat kecelakaan Kaimana?
 
Banyak juga ide gila yang muncul. Termasuk ide bahwa khusus untuk MA 60 sebaiknya dicarikan pilot bule. Seperti pesawatnya Susi Air. Orang kita lebih percaya kepada bule daripada bangsa sendiri. Ketidakpercayaan orang terhadap MA 60 bisa ditutup dengan pilot orang bule. Huh!
 
Saya benci dengan ide ini.
 
Tapi, demi Merpati saya menerimanya!
 
Maka, setelah enam jam berdebat, tepat pukul 16.00, rapat pun diakhiri dengan lega. Saya bisa segera pulang untuk mandi pagi!
 
Dahlan Iskan
Menteri  BUMN

Powered by Telkomsel BlackBerry®