Monday, March 12, 2012

Tiga Hari di Merauke

"Pak.....pak....", suara pelan Bu Majinur dan sentuhan tangannya ke kakiku sontak membuat aku terbangun. Kadispenda Kabupaten Merauke tersebut segera menunjuk ke arah jendela pesawat di sisi kanan kami. Di luar jendela pemandangan pulau paling Timur Indonesia mulai nampak. Aku beruntung, cuaca lumayan cerah. Sejauh mata  memandang hanya warna hijau yang terlihat. Bila pun terdapat warna coklat yang meliuk-liuk itu adalah sungai-sungai yang membentang di pulau Papua.
Sebenarnya, mataku masih sulit ku buka. Demi menghormati orang yang mengundangku ke bumi Papua ini, kupaksakan untuk melihat pemandangan di bawah sana dari balik jendela pesawat. Kucermati pemandangan tersebut dengan rasa syukur karena baru kali ini aku akan menginjakkan kaki di bumi Papua. Kulirik bangku sebelah kiriku. Temanku Heru Supriyanto nampak masih terlelap. Perjalanan malam Jakarta-Merauke ini memang sangat melelahkan. Meninggalkan bandara Soekarno-Hatta pada pukul 21.30 WIB, pesawat tiba di Merauke sekitar pukul 04.30 WIB atau 06.30 WIT setelah sempat transit 40 menit di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar.
Total perjalanan malam hingga pagi hari itu hampir 7 jam. Wuiiihh....belum pernah aku melakukan perjalanan udara selama itu. Perjalanan udara terlama yang pernah kulakukan hanyalah Jakarta-Manado yang memakan waktu 3 jam pada penerbangan nonstop.

Pesawat milik BUMN "dhuafa" ini akhirnya mendarat mulus di bandara Mopah diiringi hujan gerimis. Ruapanya di sini, cuaca begitu cepat berubah. Cuaca yang  kulihat dari balik jendela pesawat tadi begitu cerah, kini berubah mendung. Tak lama sesudah kami memasuki ruang kedatangan di bandara kecil tersebut, hujan deras pun turun. Mopah adalah sebuah nama tempat di Merauke, kota paling Timur di Indonesia tempat terbit matahari pertama di bumi Indonesia.

Sabtu malam, 10 Maret 2012, aku dan teman kantorku, Heru Supriyanto, memenuhi undangan Bupati Merauke untuk memberikan pelatihan tentang Penilai PBB Sektor Pedesaan dan Perkotaan bagi pegawai  pemda tersebut. Malam itu kami berangkat bersama Kadispenda Kabupaten Merauke, Ibu Majinur, dengan menumpang maskapai Merpati. Kabarnya hanya maskapai ini yang masih setia melayani jalur penerbangan di wilayah Timur. Mungkin itu yang menjadikan Meneg BUMN, Dahlan Iskan, mencoba mempertahankan BUMN yang masih dalam kategori sekarat ini.

Merauke tidak asing di telingaku dan juga telinga anak-anak Indonesia. Sejak SD kami sudah diperkenalkan dengan nama itu. Bahkan sebuah lagu yang berbait "dari Sabang sampai Merauke...." digunakan untuk menunjukkan batas Barat dan batas Timur wilayah Indonesia. Selain itu aku pun mengenal tentang kota ini dari salah satu atasanku yang tahun 80-an bertugas di sini.
Kini, minggu pagi ini, akhirnya aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri "keindahan" kota kecil yang telah berusia 110 tahun yang berada di ujung Timur Indonesia. Papua.....oh.....Papua.....

Minggu pagi itu kami menginap di hotel Swiss-Bel yang baru saja beroperasi sebulan yang lalu di kota tersebut. Untung, begitu pikirku. Karena kalau tidak, kami bakal menginap di hotel kelas melati hehehehe. Pasalnya, tidak ada hotel lain yang berbintang selain hotel ini. Walhasil, aku bisa merebahkan tubuhku di kamar yang nyaman untuk menghilangkan pegel-pegel yang menyerang tubuhkan akibat duduk berjam-jam sambil terkantuk-kantuk. Setelah mandi dan sarapan, aku pun tertidur pulas untuk membayar rasa lelah akibat  duduk berjam-jam sambil menahan ngantuk selama di pesawat.

Pukul dua siang waktu setempat kami dijemput kembali oleh pihak Pemda. Kali ini staf bu Majinur yang menjemput kami, Pak Rahman dan Pak Karel. Keduanya adalah kepala bidang di dispenda.
Setelah menyantap makan siang, selanjutnya kami menuju distrik Sota untuk melihat tugu perbatasan antara Papua dengan Papua New Guini. Sepanjang perjalanan kami bercerita banyak hal. Dari sana kami tahu bahwa Pak Rahman dan Pak Karel ini bukan penduduk asli Merauke. Mereka pun pendatang asal Maluku yang telah cukup lama bermukim di Merauke. Bahkan Pak Karel lebih banyak menghabiskan waktunya di Jakarta sebelum akhirnya memilih menjadi PNS Pemda Merauke.
(to be continued)

No comments: