Thursday, July 04, 2013

Abepura, Jayapura

Sungguh perjalanan yang sangat teramat melelahkan. Rasanya, lebih melelahkan dari perjalanan ke Australia ataupun ke Belanda sekalipun di tahun lalu.
Waktu tempuh kali ini "hanya" sekitar 10 jam. Hampir sama dengan perjalanan menuju Melbourne dan lebih pendek bila dibandingkan dengan perjalanan menuju Belanda. Namun perjalanan Jakarta-Bandara Sentani Jayapura terasa melelahkan akibat transit di 3 kota: Denpasar, Makassar, dan Timika, sebelum berakhir di Sentani, Jayapura.

Skedul penerbangan, seperti biasanya: tidak on schedule! Maskapai penerbangan milik pemerintah yang menyatakan dirinya sebagai maskapai domestik terbaik di kawasan asia ini tetap saja tidak bisa memenuhi skedul yang ditetapkannya sendiri. Alasannya klasik. Bila tidak karena akibat tertundanya kedatangan pesawat dari penerbangan sebelumnya, alasan lainnya adalah karena padatnya traffic di bandara Jakarta. Alasan kedua sangat masuk akal bila ketertundaan tersebut terjadi di Jakarta. Mengingat traffic penerbangan di Jakarta memang sangat padat! Alasan pertama akan lebih masuk akal bila diajukan dalam penerbangan selain dari bandara Jakarta. Huf apapun alasannya, tetap saja terlambat alias ngaret! Bosan telinga ini mendengar awak kabin yang selalu meminta maaf atas keterlambatan tersebut saat penumpang sudah berada di dalam pesawat dan siap untuk melakukan penerbangan.

Minggu sore, 30 Juni 2013, menjelang magrib aku tiba di Bandara Soekarno Hatta dengan menumpang sebuah taksi. Sebelumnya, aku sempat diantar istriku dengan sebuah motor dari kediaman kami di Pondok Aren hingga perempatan Ciledug Raya. Hal ini kami lakukan demi memangkas waktu tempuh. Maklum, dari rumah kami hingga Ciledug pada sore hari jalanan sangat padat. Dari pada terlambat sampai di Bandara mending pangkas waktu make motor dulu hehehehe. (makasih ya istriku yang sudah mau mengantar dalam gerimis ria)

Kali itu istriku memang tidak mengantarku dengan mobil hingga ke bandara. Biasanya ia dan anak-anak mengantar aku hingga ke bandara. Itung-itung sambil jalan-jalan! hehehe. Nah, karena skedul keberangkatanku adalah sore hari dan karena istriku belum terbiasa menyetir di malam hari maka kami putuskan aku cukup di antar dengan motor sampai di suatu tempat yang akan ada taksi lewat.
***

Saat tiba di bandara, seorang temanku, Dani, sudah lebih dulu berada di sana. Kami memang mendapat tugas yang sama yaitu ke kota Jayapura di Papua. Selain kami berdua, ada pula satu orang rekan lain dari Setjen yang ikut bersama kami, yaitu Mas Vinaldo.

Setelah check in kami menuju ke sebuah kafe untuk menunggu jadwal keberangkatan yang masih cukup lama. Di sana kami bertemu dengan dua orang rekan lainnya yang akan menuju kota Wamena. Mereka menggunakan pesawat yang sama menuju Jayapura. Dari sana nantinya mereka akan melanjutkan perjalanan kembali dengan sebuah pesawat kecil menuju Wamena, sebuah kota kecil di pegunungan Jayawijaya.

Kurang lebih lima belas menit menjelang waktu boarding kami menuju ruang tunggu. Saat melewati meja petugas, mata kami tertuju pada sebuah running text berwarna merah yang ada di meja petugas. Kami pun terkejuut! Kami yang mengira bahwa rute penerbangan menuju Jayapura hanya akan singgah satu kali yaitu di Makassar, ternyata mendapati tulisan dalam running text tersebut bahwa rute kami adalah: Jakarta-Denpasar-Makassar-Timika-Jayapura! Hadeh!! Tepok jidat!

Bagi kami yang sudah terbiasa menumpangi pesawat terbang, rute seperti itu adalah rute yang tidak menyenangkan. Selain melelahkan, juga karena dipastikan banyak sekali waktu yang terbuang. Bayangkan, setiap kali akan landing saja dibutuhkan waktu setidaknya 20 menit. Saat berada di ground, waktu yang diperlukan untuk menurunkan penumpang, membersihkan kabin, menaikkan penumpang, waktu tunggu izin take off bisa sekitar 1 jam! Nah, dengan tiga kali transit, itu artinya kami membuang waktu 3 jam! Walhasil, badan kami pegal-pegal selama penerbangan tersebut. Kegiatan rutin yang kami lakukan adalah: membaca koran dan majalah, menyantap makanan yang disajikan, mendengarkan musik atau menonton film dari layar LCD mungil yang di tempatkan di balik sandaran kursi, dan tentu saja tidur sebisanya!
Pemandangan berupa awan yang berarak baru menemani perjalanan saat kami akan tiba di Timika. Sebuah kota kecil yang terkenal dengan aneka tambang yang di eksplor oleh PT Freeport.
Jujur, pemandangan di bawah sana (bumi Papua) memang indah. Gerombolan pohon-pohon hijau terhampat begitu luasnya. Liukan sungai menambah keindahan panorama tersebut.
***


Kami tiba di bandara Sentani menjelang pukul setengah sepuluh pagi waktu setempat (selisih 2 jam lebih awal dari waktu di Jakarta). Kami take off dari Jakarta sekitar menjelang pukul 10 malam waktu setempat di hari sebelumnya. Itu artinya perjalanan kami adalah kurang lebih 10 jam!

Badan terasa lelah benar. Aku yang tidak terbiasa tidur dalam posisi duduk tentu saja merasa semakin menderita dengan penerbangan kali ini. Ingin rasanya segera merebahkan badan.
Di bandara Sentani kami di jemput oleh staf UP4B yang menjadi penanggung jawab kegiatan penerimaan mahasiswa baru STAN khusus bagi warga Papua dan Papua Barat. Ya kedatangan kami ke bumi Cendrawasih adalah untuk menyelenggarakan ujian saringan masuk bagi lulusan SMA sederajat di sana. Dan....ini adalah kali keduaku menginjakan kaki di pulau yang cantik ini.
Akhir tahun 2011 lalu aku berkesempatan mengunjungi kota Merauke, kota yang tercatat sebagai kota paling Timur Indonesia.
Bila Jayapura berada di Utara pulau Papua, maka Merauke berada di sebaliknya, di Selatan pulau.
Meski lelah tetap terbesit keharuan dan kegembiraan karena bisa menginjakkan kaki kembali di tanah Papua.
***

Ternyata, penyelenggaraan ujian tidak dilaksanakan di kota Jayapura, melainkan di kota kecil Abepura. Kota ini berada di pinggir kota Jayapura. Jarak dari bandara Sentani menuju Abepura kurang lebih sekitar 25 km.
Setelah meninjau lokasi ujian yang akan dilaksanakan esok hari, kami pun segera check in di sebuah hotel kecil yang ada di kota tersebut: Hotel Matos. Kependekan dari Matoa Square.

Hotel ini relatif bersih. Tarif per malam berkisar Rp450.000 untuk kelas standar, Rp500.000 untuk kelas deluxe, dan Rp550.000 untuk kelas suite. Sayangnya fasilitas wifi tidak tersedia di setiap kamar. Wifi hanya ada di ruang makan saja. Itu pun koneksinya tidak bisa diharapkan.

Jangankan koneksi wifi, koneksi telpon seluler saja sangat tidak ramah di wilayah ini. Kawanku, Dani, sampai harus mematikan dan menyalakan kembali handset-nya untuk bisa mendapatkan sinyal. Namun hasilnya sama saja: sinyal lemot! Bila menerima telpon masuk, suara yang diterima cukup jelas terdengar tetapi lawan bicara mengatakan suara kita terputus-putus saat didengar oleh mereka.
Ya ternyata sinyal kadang datang dan pergi. Handset BB ku kadang tidak berfungsi. Menyedihkan!

Untuk layanan petugas dan kebersihan kamar aku memberi nilai 8 untuk hotel ini. Fasilitas hotel bernilai 6. Dan untuk sajian sarapan bernilai 5!

Kota Abepura adalah kota yang berada di lintasan jalan antara Sentani menuju Jayapura. Trafik kendaraan di sana lumayan padat. Toko, ruko, dan tempat makan pun cukup banyak tersedia.
Dalam bangunan yang sama dengan hotel, terdapat restoran pizza hut. Di sebelah kanan terdapat beberapa tempat makan. Ada rumah makan yang menjual cotto makassar, sea food, dan jenis makanan lainnya. Di seberang jalan bahkan terdapat restoran yang menyajikan masakan Jawa.
Jadi, tidak sulit untuk mendapatkan makanan di sekitar hotel. Untuk harga, menurutku sangat relatif. Tidak terlalu mahal dan juga tidak terlalu murah. Sedang!

No comments: