Wednesday, June 06, 2012

Liege, Belgia

Sejak dua hari lalu, aku sering mendengar cerita teman-teman yang telah lebih dahulu melancong ke Liege, sebuah kota kecil di Belgia yang berada di sebelah Selatan kota Maastricht tempat kami tinggal selama pelatihan. Aku dan beberapa temanku memang baru merencanakan kepergian ke sana pada hari Selasa. Sedangkan Senin kemarin kami gunakan untuk memburu souvenir yang ada di pusat kota Maastricht. Maklum, bila bepergian seperti ini, selalu saja banyak pihak yang memesan untuk dibawakan cinderamata. Kalau dihitung-hitung, uang saku yang diberikan selama pelatihan nggak akan cukup bila digunakan untuk membeli berbagai souvenir sesuai permintaan banyak teman. Huks.
Hari ini, Selasa, adalah hari kedua kami mendengarkan materi yang disampaikan oleh Prof. Heling, seorang profesor psikologi yang membidangi "perubahan organisasi" pada Maastricht School of Management (MSM). Materi kedua hari ini tidak kalah menarik dengan hari pertama kemarin. Prof. Heling dengan lugas menggambarkan betapa perubahan perilaku individu dalam organisasi sangat beragam pada saat organisasi tersebut "harus" mengubah dirinya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Secara teori, perubahan organisasi memang bisa disebabkan karena keinginan sendiri dari organisasi tersebut (evoked change) atau memang dilakukan dengan "paksaan" atau disebut dengan imposed change.
Dan materi yang dibahas oleh Prof. Heling adalah perubahan pada kondisi yang dipaksakan. Tentu saja respon individu akan beragam. Nah, sebagai bagian dari pegawai yang ditunjuk sebagai Change Agent, kami mendapat gambaran tentang banyak hal yang pernah dihadapi Prof Heling saat membantu beberapa organisasi dalam fase perubahannya. Materi yang sangat menarik dan menantang!
Siang ini kami agak bersyukur mendapat makan siang yang disediakan di hotel NH oleh pihak penyelenggara. Mereka mentraktir kami hari ini. Sajian menu pun disesuaikan dengan selera orang Timur. Meski tidak senikmat di Indonesia, siang itu kami disajikan nasi goreng entah ala mana yang dihindangkan bersama sate daging sapi yang ukurannya menakjubkan. Selain menu tersebut, tentu saja selalu ada roti sebagai hidangan lainnya.

Pelatihan kami berakhir pada pukul 16.00. Setelah berterima kasih dengan sang Profesor, kami segera kembali menuju hotel yang berada tak jauh dari hotel NH dengan berjalan kaki. Sore ini, sesuai rencana, aku dan beberapa teman merencanakan berkunjung ke Liege, Belgia untuk mengetahui seperti apakah kondisi kota tersebut. Itung-itung untuk menambah wawasan tentang kondisi kota di negara lain.
Liege berada sekitar 30km arah Barat Daya kota Maastricht. Kami cukup menggunakan kereta api sebagai moda transportasi.
Setelah sholat dan berganti pakaian, kami langsung menuju halaman depan di luar lobi hotel untuk menunggu rekan yang lain. Beberapa orang sudah nampak standby di halaman lobi tersebut. Saat kutanya, ternyata ada yang akan mengunjungi kota Eindhoven.
Setelah rombongan lengkap, kami berdelapan orang segera meninggalkan halaman hotel untuk menuju stasiun kereta terdekat yaitu Maastricht Randwyck yang berjarak sekitar 200m dari hotel. Rombongan lainnya yang akan menuju Eindhoven masih menunggu kelengkapan anggota grup.
Saat akan membeli karcis, kami kesulitan untuk menggunakan mesin karcis. Ya di seluruh stasiun kecil, pembelian tiket hanya dilayani oleh mesin. Itu pun hanya uang logam yang dapat digunakan.
Dari Randwyck sebenarnya kami bisa langsung ke Liege. Namun karena kami harus membeli tiket pulang pergi (one day return ticket), terpaksa kami harus menuju stasiun utama Maastricht untuk membeli tiket tersebut. Di stasiun ini kami bisa dilayani oleh petugas penjual tiket.

Sore itu, tarif menuju stasiun Maastricht sebesar 1,2 euro. Entah mengapa ada tulisan korting 40% tertera di karcis. Biasanya tarif yang dibayar adalah 1,8 euro. Sedangkan karcis yang kami bayar untuk tujuan Liege lebih mahal dari yang tercantum di atas karcis. Angka yang tertera di karcis 9,6 euro persis yang dibayar oleh kawan-kawan kami sebelumnya. Tetapi sore itu kami membayar 11,5 euro! Entah kenapa bisa begitu, kami tidak tahu. Di sini kendala bahasa menjadi faktor utama. Masyarakat setempat lebih senang menggunakan "bahasa daerahnya" daripada bahasa Inggris. Bahkan banyak dari petugas yang tidak mahir dalam berbahasa Inggris. Tidak hanya itu. Hampir sebagian besar informasi-informasi di tempat-tempat umum menggunakan bahasa Belanda! Menyebalkan!!

Selesai membayar tiket, kami segera berlari ke jalur kereta yang akan menuju Liege. Waktu kami cuma tinggal 4 menit. Bila tertinggal, kami harus menunggu 30 menit lagi. Alhamdulillah setelah berlari kecil menaiki dan menuruni anak tangga, kami masih bisa menaiki kereta tua yang sudah nangkring di jalur 5A. Dan tak lama kemudian, kereta pun bergerak menuju Liege melalui beberapa stasiun kecil (termasuk Randwyck tempat kami tinggal).
Perjalanan menuju Leige hanya sekitar 30 menit. Saat memasuki stasiun Liege kami disuguhkan oleh pemandangan lengkungan-lengkungan besar baja pada bagian atap stasiun. Susunannya begitu indah. Menakjubkan! Sebuah kota kecil di Tenggara Belgia memiliki bentuk stasiun yang begitu megah.
Sesuai arahan teman kami yang sebelumnya sudah ke kota ini, kami tidak bisa berlama-lama mengagumi keindahan bangunan stasiun tersebut. Kami segera menaiki ekskalator menuju lantai dasar. Di sana tersedia beberapa ruas toko dalam bungkusan kaca yang menjajakan beberapa barang. Sayang, toko yang khusus menjual souvenir sudah tutup. Kami pun hanya bisa membeli coklat belgia di toko lain yang masih buka.

Segera kami bergegas ke luar stasiun untuk menaiki bus menuju balai kota yang katanya memiliki bangunan tua yang indah. Dan setelah mengabadikan beberapa momen di halaman stasiun kami segera membeli tiket bus yang berada sisi jalan tak jauh dari halaman stasiun. Kami membeli tiket untuk bus nomor 4. Entah ke jurusan mana. Yang pasti bus tersebut akan melewati balai kota dan kami akan turun di sana. Oya, tiket bus di Liege berlaku untuk selama satu hari namun untuk nomor bus yang sama.

Bus mengantar kami ke balai kota yang waktu tempuhnya hanya sekitar 10 menit. Di pinggir sebuah lapangan yang tidak terlalu luas berdiri bangunan-bangunan tua nan megah. Itulah lokasi balai kota berada.
Segera kami mengabadikan beberapa momen kembali di sana melalui jepretan kamera. Setelah itu, kami menuju toko halal Kebab2go yang berada tak jauh dari lapangan tersebut untuk santap sore sebelum akhirnya kami harus kembali menuju stasiun dengan menggunakan bus dengan nomer yang sama.
Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah dua jam kami berada di kota kecil tersebut. Kami harus segera menuju stasiun agar tak tertinggal oleh kereta terakhir menuju Maastrich. Jam di tangan menunjukkan pukul 21 namun langit di atas kota itu  masih terang benderang, layaknya pukul 4 sore bila di Indonesia.
Menjelang pukul 10 malam kami pun telah kembali di hotel tempat kami tinggal, Aparthotel Randwyck.

Randwyck Maastricht, Rabu, 6 Juni 2012

3 comments:

Anonymous said...

Oleh-olehnya ya Pak jangan lupa.hehe. . untuk mahasiswa 2J. .Galih.

Kuwat Slamet said...

hehehe.....ya mas, tapi untuk kamu aja ya... soalnya di sini lebih mahal daripada di australia hiks..... ^^

.GP. said...

hehe. . gpp Pak, saya juga bercanda.