Tuesday, April 12, 2011

In Memoriam Iwan Ketan: Kan Selalu dalam Kenangan....

Entah mengapa, keinginan untuk mengungkapkan sosok Iwan Ketan terus menggebu dalam diriku. Mungkin inilah caraku untuk sedikit mengobati rasa kehilanganku yang hingga kini masih kurasakan. Kehilangan itu begitu dalam terasa hingga sulit bagiku untuk melupakannya begitu saja. Kondisi ini hampir sama dengan saat aku kehilangan Ayahanda tercinta di tahun 2006 lalu. Bila bicara ikhlas, tentu saja aku telah ikhlas. Toh ia telah tiada dan tak mungkin kembali lagi. Allah telah mengambil kembali yang menjadi milik-Nya. Hanya saja, perasaan ini masih saja sulit untuk menerima kenyataan tersebut. Berarti aku memang belum iklas ya? Semoga Allah memberikan kekuatan pada ku untuk menerima ini semua.....amiin.

Tulisanku kali ini ingin mengajak siapapun yang membaca tulisan ini untuk mengenal lebih dekat sosok Iwan Ketan. Tepat seminggu yang lalu  ia menghadap sang Khalik.

Seperti tulisanku sebelumnya, Iwan Ketan adalah "nama panggung" yang ia pilih. Hingga saat ini aku tidak tahu makna "Ketan" di belakang nama Iwan. Aku memang tidak pernah menanyakan kepadanya tentang nama ini. Bagiku biarlah ia memilih nama yang pantas bagi dirinya untuk "berjualan". Yang kutahu, pada suatu training yang aku hadiri di bulan Januari 2011 seorang instruktur bertanya pada adikku ini, "Ketan itu apa?" Iapun hanya menjawab singkat, "Ketan adalah singkatan" seraya tersenyum dan tanpa menjelaskan kepanjangannya. Begitulah adikku! Ia jarang mau mengungkapkan sesuatu yang menurutnya tidak perlu dijelaskan. Tetapi kalau soal memberikan ilmu, ia tanpa segan akan memberikan seluruh ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada siapa saja.

Nama asli Iwan Ketan adalah Agus Setiawan. Ia lahir pada saat aku lulus SD, yaitu pada tahun 1983. Tepatnya pada tanggal 19 Agustus. Aku masih ingat saat ibuku yang sedang hamil besar akan berangkat untuk persiapan bersalin ke rumah sakit Gatot Soebroto Jakarta Pusat dengan diantar Ayahandaku, aku berkata, "Bu, pokoknya yang lahir harus perempuan ya. Kalo laki-laki aku nggak mau". Kata-kata ini memang tidak pernah hilang dari ingatanku. Aku berkata seperti itu karena kedua adikku adalah laki-laki. Aku menginginkan adikku yang ketiga adalah perempuan. Namun, toh, saat akhirnya adikku ketiga ini lahir laki-laki, aku tidak bisa menolak. Aku tetap senang dan menyambutnya dengan gembira.

Iwan Ketan menjadi anak bungsu di keluarga kami yang jarak usia dengan kakaknya yang terdekat terpaut sekitar 7 tahun! Selisih tersebut cukup jauh mengingat kelima kakaknya rata-rata terpaut hanya 2 atau 3 tahun saja. Selisih yang cukup jauh ini memang menjadi kendala tersendiri di kemudian hari. Saat ia sedang lucu-lucunya dan kemudian beranjak dewasa, kakak-kakaknya telah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

Sebagai anak bungsu, Iwan sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Apapun yang diinginkan oleh Iwan senantiasa mendapat support dari kedua orang tua, khususnya sang Ibu. Hampir tiap bulan, Bapak (Alm.) malah selalu mengajak Iwan ke kantor pos di Tanjung Priok untuk mengambil gaji pensiunannya. Bapak (Alm.) sering berkelakar bahwa ia bagai mengajak seorang cucu daripada mengajak anakknya sendiri saat membawa Iwan ke kantor pos tersebut. Maklum, saat Bapak (Alm.) sudah pensiun, Iwan masih sangat kecil. Bila mengenang masa-masa tersebut, kadang pikiranku menerawang, "akan kah saat ini Bapakku dan Adikku Iwan Ketan berkumpul kembali di alam sana?" Semoga saja Allah memberikan tempat yang mulia kepada mereka berdua. Amiin.

Di masa kecilnya, selain kami yang mengasuh, Saudara Sepupuhku yang tinggal di sebelah rumah dan tidak dikarunia anak ikut pula mengasuh Iwan Ketan. Mereka berdua memperlakukan Iwan bak anak sendiri. Saat mereka bepergian, Iwan kerap diajak serta oleh mereka. Bahkan mereka ikut mengasuh Iwan hingga usianya memasuki masa sekolah di TK dan SD.

Iwan mengenyam pendidikan TK di Taman Kanak-Kanak Santo Lukas III Sunter Agung Jakarta Utara yang juga menjadi sekolah SD-nya. Bagiku, sejak kecil kecerdasannya sudah nampak. Ia sangat senang memperhatikan barang-barang yang terbilang baru bagi dirinya. Bila sudah mengutak-atik sebuah benda, ia akan asyik melakukannya dalam waktu yang cukup lama.

Iwan menempuh pendidikan sekolah menengah pertama dan menengah atas di SMP Negeri 30 dan SMA Negeri 13 yang keduanya berada di Jakarta Utara. Kedua sekolah ini terbilang favorit di wilayah tersebut. Berkat kepandaiannya, setamat SMA ia mampu menembus UMPTN di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Keberhasilannya masuk di fakultas yang memiliki persaingan tertinggi setelah fakulas kedokteran ini semakin menunjukkan kepandaiannya yang berada di atas rata-rata.

Aku sudah tidak ingat bagaimana perilaku Iwan saat ia menempuh pendidikan-pendidikan tersebut. Maklum, saat ia berusia 6 hingga 8 tahun, aku telah jarang di rumah karena aku harus kost di daerah Pondok Aren, Tangerang untuk melanjutkan pendidikan diploma pada sebuah sekolah kedinasan. Aku bisa membantu mengajarinya sebuah mata pelajaran sekolah hanya pada saat aku berada rumah. Hampir tidak ada kenangan yang bisa kuingat di masa-masa ia bersekolah. Apalagi pada saat ia berusia 11 tahun, aku telah menikah dan kemudian tinggal di daerah Pondok Aren, Tangerang. Aku berkunjung ke Sunter rata-rata hanya dua minggu sekali atau bahkan hanya sebulan sekali. Hubungan kami semakin tidak intensif ketika ia memasuki usia 15 tahun atau saat ia telah berada di bangku SMA. Saat itu, tahun 1998, aku pindah tugas ke luar kota Jakarta. Tugas ku di beberapa kota di luar Jakarta ini berlangsung hingga penghujung tahun 2005. Ini berarti selama 7 tahun aku sangat jarang berinteraksi dengan Iwan. Satu hal yang kuingat, saat aku kembali bertugas di Jakarta, ia telah berkeluarga dan memiliki seorang putri nan cantik.

Iwan mengambil keputusan untuk menikah dini saat ia masih berstatus mahasiswa UI. Aku tidak tahu alasan apa yang menjadikannya nekad untuk berumah tangga di saat ia belum memiliki pekerjaan tetap dan belum menyelesaikan kuliahnya yang tinggal beberapa semester lagi. Yang kuingat, ia mengirimkan sms kepadaku untuk meminta doa restu atas keputusannya tersebut saat aku bertugas di Manado. Sebelumnya, kakak-kakaknya menelponku agar aku bisa menasihati Iwan agar ia mau mengurungkan atau menunda niatnya tersebut. Namun saat aku mengirimkan sms kepadanya agar ia berpikir ulang tentang niatnya tersebut, ia hanya menjawab bahwa ia sudah mantab dengan keputusannya dan berjanji untuk tidak mengorbankan kuliahnya. Itulah Iwan, pendiriannya kadang keras.

Janji tinggallah janji. Iwan akhirnya putus kuliah pada semester akhir. Ia tidak dapat menyelesaikan beberapa mata kuliah yang menjadi syarat kelulusan dan tidak dapat menyelesaikan tugas akhir sampai batas waktu yang ditetapkan universitas. Setelah berumah tangga dan setahun kemudian dikarunia seorang anak, tentu saja di sela-sela kuliahnya Iwan harus banting tulang mencari nafkah. Setahuku ia aktif menjadi pekerja lepas di bidang IT sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya. Ia pun berhasil membangun jaringan bisnis warnet berbendera "IT@N Warnet" bersama rekan-rekannya untuk beberapa tahun.

Nasib kurang baik menaungi Iwan. Kegagalan demi kegagalan menerpa dirinya. Setelah kegagalan di bangku kuliah, ia mengalami kegagalan pula pada bisnis warnet yang telah lama digelutinya. Bisnis warnet yang sempat booming akhirnya terpuruk dan menyisakan banyak utang. Penyebab utama kegagalan ini, menurutku, karena mismanagement. Iwan mahir di bidang IT tapi tidak dalam mengelola sebuah bisnis dalam arti sesungguhnya. Ia terlalu banyak mempercayakan pengelolaan bisnis tersebut pada teman-temannya sementara ia hanya berkonsentrasi pada urusan teknis. Aku sendiri terkena dampak dari kegagalan tersebut karena menjadi investor tunggal pada sebuah warnet di bilangan Pasar Rebo. Belum lagi, aku harus ikut membantu membayarkan beberapa utang yang menjadi tanggungan Iwan.

Yang membuat aku salut sekaligus heran pada diri Iwan adalah ia nampak begitu tenang menghadapi semua kegagalannya tersebut. Seolah ingin menunjukkan bahwa semuanya telah diatur oleh-Nya. Manusia hanya dapat berusaha namun Allah jua lah yang akan menentukan berhasil tidaknya usaha kita. Pada awalnya tentu saja aku tidak bisa menerima kegagalan bisnis tersebut. Namun lambat laun aku tersadar bahwa semua terjadi atas kehendak-Nya.

Kegagalan berikutnya masih menerpa Iwan. Ia gagal menjaga keutuhan rumah tangganya. Aku tidak tahu persis apa penyebabnya. Yang jelas, saat aku bertugas di Jogja, aku hanya mendengar bahwa ia bercerai dengan istrinya. Pasca-perceraian ini Iwan tetap tegar, setegar ia menghadapi kegagalan-kegagalan sebelumnya. Entah bermula dari mana, tiba-tiba suatu hari ia meng-sms aku meminta bantuan tambahan dana untuk mengikuti sebuah pelatihan tentang Hypnosis. Ia berkeinginan sekali untuk menjadi motivator. Aku sempat tertegun. "Wah, ia banding steer rupanya. Dari IT ke Hypnosis", begitu pikirku. Tanpa pikir panjang aku setujui permintaannya karena aku yakin ia memang punya bakat dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Beberapa tahun kemudian, ia benar-benar menekuni dunia hypnosis hingga memperoleh beberapa sertifikat profesional. Aku sangat mendukung kegiatannya ini. Bahkan aku pernah "menantang" nya untuk mewadahi kegiatannya tersebut dalam sebuah badan usaha (perusahaan). Dengan santun ia menepis tantanganku. Ia berujar bahwa saat ini ia masih dalam taraf penjajakan. Suatu saat nanti ia akan memenuhi tantanganku tersebut. Oleh karena itulah, untuk sementara, aktivitasnya cukup diwadahi dalam sebuah yayasan.

Oya, bersamaan dengan mulai mendalami aktivitas hypnosisnya, Iwan memberanikan diri melamar seorang gadis asal Pekalongan. Sayang, aku tidak bisa hadir di pesta pernikahannya karena aku sedang tugas di luar kota. Dari istrinya ini, Iwan dikarunia dua orang anak. Laki-laki dan Perempuan. Sayang, belum genap sang anak kedua berusia 20 hari, Iwan dipanggil oleh Yang Maha Kuasa! Pastilah Allah memiliki rencana untuk hal ini. Misteri Illahi tak mungkin terjawabkan oleh logika manusia.

Yaa Allah....Yaa Robb...
Ampunilah segala kesalahan Bapak dan Adik kami...
Lapangkanlah,luaskanlah, dan terangilah kubur mereka....
Ringankanlah siksa kubur bagi mereka Yaa Allah....
Berikanlah mereka tempat yang mulia disisimu....
Amiin......

Slipi, Selasa, 12 April 2011, Pkl.15.10

No comments: